Kabar Dari Tanah Suci (14): Terharu Melihat Semangat Jemaah Sepuh
Jemaah membaca niat haji di lobi hotel sebelum berangkat ke Arafah.-Pamuji Setyawan-Dewangga-
Jemaah haji mulai tinggal di maktab di Arafah. Perasaan mereka campur aduk. Bahagia dan terharu. Juga waswas. Berikut catatan Pamuji Setyawan dari Biro Haji dan Umrah Dewangga cabang Ngawi langsung dari Makkah.
--
SENIN 8 Zulhijah 1444, jemaah haji mulai bergerak menuju Arafah. Dijadwalkan keberangkatan sekitar setelah Asar, atau bisa juga lebih sore atau malam lagi. Semangat untuk melaksanakan puncak ibadah haji terlihat di banyak jemaah haji yang saya temui.
"Insya Allah tetap semangat, Mas Wawan. Kita sudah dipanggil berangkat haji. Insya Allah bisa menyelesaikan semua ritual haji," kata Kardi, jemaah asal Ngawi yang tinggal di jalan Brawijaya. Ia ditemani istrinya yang biasa dipanggil Lis.
Sempat juga bertemu dengan Muslim dan Sari. Suami istri yang tinggal di DUngus, Ngawi itu adalah orang tua sahabat saya. Mereka antusias menunggu datangnya 9 Zulhijah ketika Wukuf di Arafah.
“Rezekinya masih ada, Mas. Masih bisa sampai di Makkah untuk ibadah haji. Alhamdulillah, semoga dimudahkan,” kata Muslim lantas tersenyum.
Jemaah membaca niat haji di lobi hotel sebelum berangkat ke Arafah.-Pamuji Setyawan-Dewangga-
Sengaja saya singgah ke hotel mereka yang masuk di kloter 11. Jemaah dari Ngawi memang terpisah menjadi 2 kloter. Kloter utama yaitu kloter 11 berangkat lebih awal di gelombang pertama. Sedangkan Saya tergabung di kloter 44 yang berisi gabungan jemaah cadangan dari beberapa kabupaten berangkat di gelombang kedua. Selisih sekitar 12 hari keberangkatan. Kebetulan hotelnya tidak terlalu jauh. Bisa dijangkau dengan jalan kaki.
BACA JUGA:Kabar Dari Tanah Suci (13): Jaga Kondisi Fisik, Hari Ini Pindah ke Maktab
BACA JUGA:Kabar Dari Tanah Suci (12): Tawaf di Bawah Terik Matahari, Lantai Tetap Adem
Sungguh kagum melihat semangat jemaah haji yang sudah sepuh-sepuh. Meskipun usia sudah tak muda lagi. Ketika badan sudah tak segagah dulu, namun semangatnya terlihat dari sorot mata dan senyumnya.
Istri saya pun sempat trenyuh sampai meneteskan air mata ketika melihat teman sekamarnya. Sekamar berlima, istri saya paling muda. Sudah dianggap anak oleh mereka. Lainnya sudah sepuh semua dan sudah punya cucu.
Jam 01.00 dini hari mereka sudah bangun untuk salat malam. Ada yang mengaji, ada yang berdoa.
Melihat punggung mereka berempat terasa pedih di mata. Punggung yang sekian puluh tahun bersama suami mereka membesarkan anak-anak mereka.
Entah lelahnya seperti apa. Menjaga dan membesarkan anak-anak mereka. Sampai mereka mungkur dan bisa mencari nafkah sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: