IDI Siap Ajukan Judicial Review UU Kesehatan

IDI Siap Ajukan Judicial Review UU Kesehatan

Ratusan perawat yang tergabung dalam organisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menggelar aksi untuk rasa di halaman Gedung Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu, 19 April 2023.-Dok PPNI-

JAKARTA, HARIAN DISWAY- UU Kesehatan baru saja disahkan DPR RI. Tetapi, sejumlah organisasi profesi kedokteran tetap ada yang tak terima. Termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang bakal mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

IDI menilai pemerintah tidak transparan. Sebab, rilis RUU Kesehatan terbaru sebelum disahkan kurang dipublikasi. "Sampai saat ini kami juga belum terima rilis RUU finalnya," ujar Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Mohammad Adib Khumaidi, Rabu, 12 Juli 2023.

BACA JUGA:UU Kesehatan Tonggak Reformasi Sistem Kesehatan

Artinya, kata Adib, pengesahan UU Kesehatan tersebut belum mencerminkan kepentingan partisipasi yang bermakna. Tidak memperhatikan aspirasi semua kelompok. Termasuk kelompok profesi kesehatan dan kelompok yang memberikan aspirasinya terkait dengan permasalahan kesehatan Indonesia. 

Selain itu, UU Kesehatan dianggap tidak sesuai prosedur. Mulai penyusunan, pembahasan, hingga pembahasan. Seluruh prosesnya terlalu singkat. Hanya enam bulan.

Padahal, UU yang disusun menggunakan metode omnibus law itu mencabut 11 UU lama. "Nah, apakah ini sudah mencerminkan kepentingan kesehatan rakyat Indonesia? Ini sungguh di luar nalar kita semua," ungkapnya. 

IDI pun menyesalkan hilangnya pasal mengenai mandatory spending. Bahwa penetapan porsi anggaran kesehatan di APBN dan APBD dihapus. 

Itu berarti, kata Adib, hilangnya komitmen pemerintah pusat terkait dengan pembiayaan pendanaan kesehatan. "Kami akan selalu bersama rakyat, mendukung upaya perbaikan di sektor kesehatan yang dibutuhkan masyarakat," tandas Adib.

Seperti diketahui, hanya PKS dan Demokrat yang tidak menyetujui pengesahan RUU Kesehatan itu. Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI Santoso juga mengungkap hal yang sama. Bahwa penghapusan mandatory spending itu membuat rakyat tak bisa berobat dengan uang negara. "Berarti negara nggak menjamin kesehatan rakyatnya," tandasnya. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: