Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (3): Kuat dan Berani

Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (3): Kuat dan Berani

Karya Astrid Aurora berjudul Journey yang melihat perjalanan hidup perempuan melalui perubahan-perubahan yang terjadi pada mata. -Revoluta S-

HARIAN DISWAY - Pameran Marwah yang melibatkan 78 perempuan perupa Indonesia diharapkan menghasilkan karya yang baik. Tercatat sebagai perhelatan penting yang menonjolkan peran perempuan di tanah air. Hal itu tertampak dari bahasan berbeda yang dibawa.
 
Dari karya yang mengarah pada ide tentang sistem reproduksi, raga, dan pikiran, kali ini karya beberapa peserta membahas tentang wajah. 

BACA JUGA: Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (1): Mengedepankan Dignity  

Sebagaimana karya Insanul Qisti Barriyah. Ia melihat perempuan sebagai pribadi yang unik yang diciptakan berbeda-beda dengan sisi kecantikan yang juga berlainan. Sehingga tidak ada satu perempuan pun yang tidak cantik. 
 
Dalam Samparan, make-up sekadar alat untuk memoles sedikit tampilan wajahnya agar terlihat segar. Perempuan digambarkan sebagai wajah-wajah yang menghablur. 
 
Seperti yang dibuat oleh Andriani Latania, dalam Renjana. Ia ingin memvisualkan perbedaan dengan siluet wajah yang berdiri berdampingan dengan bermacam warna yang saling menguatkan satu sama lain. 
 
Dalam lukisan The Peas, Anggi Satoko membuat wajah berupa bulatan. Terinspirasi oleh dongeng yang ditulis oleh Hans Christian Andersen. Lukisan itu menggambarkan proses di dalam dirinya untuk menerima dan memahami apa yang terjadi di sekitar secara apa adanya. 
 
Sebaliknya, Sekar Ayu Asmara, dengan Cantik itu Plastik, ia membahas mengenai flexing atau pamer yang sudah menjadi gaya hidup. Semua kegiatan harus dipertontonkan. 
 
Bahkan banyak hal paling pribadi sekali pun. Seperti operasi plastik untuk mempercantik diri harus tetap disebar-luaskan demi konten dan follower. Hidung babi adalah metafora untuk ketamakan dalam diri kita semua. 
 
Terkait hal itu, Astrid Aurora melihat perjalanan hidup perempuan melalui perubahan-perubahan yang terjadi pada mata dalam karya berjudul Journey.
 
Tokoh, Dewi
Lantas bagaimana perempuan mengidentifikasi dirinya? Banyak perupa mengidolakan tokoh-tokoh panutan dari dalam dan luar negeri, dari dunia wayang maupun dunia nyata. 
 
Srikandi dan Dewi Sri menjadi tokoh pewayangan favorit yang digambarkan pada kesempatan kali ini. Afriani dalam Sri menggambarkan Srikandi yang menari dengan panahnya di hadapan para tokoh perempuan.
 
Ada Tien Soeharto dan Raden Ajeng Kartini terselip di situ. Berbaur dengan para pahlawan nasional yang sering kita lihat dalam buku sejarah. Karya ini merupakan simbol dari perempuan kuat dan berani menghadapi apa pun dalam mewujudkan keinginannya.
 
Srikandi dengan tone biru yang ekspresif digambarkan sekali lagi oleh Astuti Kusumo dalam Srikandi Spektakuler. Sasya Tranggono menggambarkan dirinya sebagai Srikandi berbentuk wayang golek dalam karyanya yang berjudul Potret Diri Srikandi.
Srikandi dengan tone biru yang ekspresif digambarkan oleh Astuti Kusumo (tengah) dalam Srikandi Spektakuler. Ia bersama Dr Inda Citraninda Noerhadi SS MA (kanan).--

 
Ade Artie dalam karyanya Nonpareil menggambarkan hal serupa. Yaitu para pejuang perempuan, seperti Kartini, Sri Mulyani, dan Retno Marsudi. Tak lupa ditambahkan tokoh-tokoh perempuan dari luar negeri seperti Ratu Elizabeth dan Marie Curie. 
 
Dona Prawita Arrisuta menggambarkan Sembadra, istri Arjuna, yang merupakan titisan dari Dewi Sri, tokoh perempuan yang lembut, anggun, tenang, tapi bisa bersikap tegas ketika diperlukan. Sembadra merupakan pejuang perempuan yang mempunyai derajat yang sama dengan laki-laki. 
 
Maria Giri Pratiwi melihat perempuan Indonesia itu seperti dewi yang mempunyai kemauan keras, mandiri, cerdas, pemberi kehidupan, penuh cinta dan mempunyai sifat welas asih. 
 
Karakter itu digambarkan dalam Dewi dengan bentuk dan goresan ekspresif yang memberikan kesan batu pualam dengan kilatan di beberapa lekukan karya. 
 
Franziska Fennert menggambarkan Dewi Sri sebagai simbol diversitas pangan dan kesuburan. Karyanya menunjukkan sistem masyarakat dengan jenis ekonomi.
Franziska Fennert menggambarkan Dewi Sri sebagai simbol diversitas pangan dan kesuburan. Karyanya menunjukkan sistem masyarakat dengan jenis ekonomi.-Revioluta S-

 
Melalui pendekatan feminim terhadap masalah-masalah yang kompleks, berlawanan dengan upaya heroik individu, pendekatan bersifat maskulin yang berorientasi pada dominasi terhadap konteks.Sebagai alternatif terhadap kapitalisme.
 
Ibu
Peran perempuan yang mendasar sebagai ibu diolah beberapa perupa. Budiasih dalam Maria. Ia melihat perempuan sebagai ibu yang diberi amanah menjadi penyeimbang dalam kehidupan. Memikul tanggung jawab dalam menciptakan generasi yang mampu menjadi manusia yang bermanfaat bagi alam semesta.
 
Dina Vitalienitas Lestari menggambarkan dua sisi peran ibu dalam masyarakat. Sisi pertama menunjukkan dedikasi seorang ibu rumah tangga yang mengurus anak dan pekerjaan rumah dengan penuh cinta. Sisi lain menggambarkan ibu yang bekerja di luar rumah yang memberikan dukungan finansial untuk keluarga dalam Motherly Celestial Devotion.
 
Multitasking perempuan disoroti Jesca Delaren. Ia melihat perempuan mempunyai berbagai macam peran sehingga ia harus pandai-pandai dalam bertindak sesuai dengan posisinya. Walau hal itu menjadi sulit pada zaman sekarang, di mana harus menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terus terjadi. 
 
Erlin Oktaviani dalam Balance of Love melihat kehormatan atau marwah seorang ibu dinilai melalui keberhasilan membimbing anak-anaknya dalam nilai-nilai yang baik. Hal itu tidak terlepas dari filosofi Jawa kuno tentang wanita yang diterapkan dalam kehidupan modern era digital.
Karya Erlin Oktaviani berjudul Balance of Love yang melihat kehormatan atau marwah seorang ibu dinilai melalui keberhasilan membimbing anak-anaknya dalam nilai-nilai yang baik. -Revoluta S-

 
Seperti yang disinggung Himbar Andriyani. Dalam The Old Wisdom ia melihat marwah dalam warisan leluhur wanita Jawa yang sekarang diwujudkan melalui karya sebagai tanda ketahanan dan kemampuan beradaptasi perempuan kontemporer.
 
Namun, jangan dilupakan adalah peran asisten rumah tangga (ART) yang sangat membantu ibu di rumah. Vonny Ratna Indah bercerita tentang Esih seorang perempuan muda yang terpaksa bekerja untuk melunasi utang keluarganya di desa. Pekerjaan ART menjadi pilihan demi mendapatkan uang secara cepat meskipun tidak memerlukan keterampilan tertentu. (Oleh Anna Sungkar: kurator)
  
Indeks: Bahasan cermin, rumah, melihat keluar, dan pelestarian lingkungan, baca selanjutnya…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: