Kisah Biola Cadeo Karya Koko Handoyo di Malang, Bikinan Sarjana Kimia
Biola Cadeo yang suara dan kualitasnya menyamai biola buatan luar negeri.-Koko Handoyo-
MALANG, HARIAN DISWAY - Tak perlu merogoh kocek mahal untuk mendapatkan biola berkualitas.
Koko Handoyo, seorang pengrajin biola yang berdomisili di Perumahan Puntadewa, Pakisjajar, Pakis, Malang, mampu menciptakan biola bagus dan berdesain unik.
Nama brandnya: Cadeo.
Biola adalah alat unik. Keberadaannya tak sekadar menjadi rythm section, melainkan lebih sering dimainkan sebagai lead dalam sebuah bangunan komposisi musik.
Seorang pemain biola seolah bisa "bernyanyi" dengan gesekan biolanya.
Kepopuleran biola tentu berimbas pada tingginya permintaan terhadap alat musik itu.
Para pemain senior membutuhkan alat musik berkualitas. Biasanya build up atau biola buatan luar negeri.
BACA JUGA:Chua dan Tantri Kotak Paparkan Pentingnya Dunia Digital dalam Industri Musik
BACA JUGA:Charlie Chaplin Pernah Menginap di Hotel Majapahit, Jadi Tema Pentas Musik Anniversary ke 113
Minat mempelajari alat musik biola pun juga tumbuh dan ikut pula mempengaruhi tingginya permintaan.
“Awalnya dari kegemaran anak saya terhadap biola sampai jadi pemain profesional,” ujarnya.
Minat sang anak dan kemampuannya yang semakin maju tentu membutuhkan tak sebatas biola biasa. Melainkan harus berkualitas.
Awalnya Koko mencoba membelikan putrinya, Anindy Saraswati Handoyo, sebuah biola elektrik build up berharga jutaan. Produk luar negeri berbahan kayu maple.
Memang nada yang dihasilkan oleh biola mahal sangat nyaring dan nyaman dimainkan.
Kualitas nada didapat dari presisi ukuran bahan, juga pick up dengan komponen elektronik yang bagus pula.Sehingga terdengar maksimal ketika suara tersebut digaungkan melalui amplifyer.
“Lantas saya melihat-lihat postur biolanya. Timbul keinginan untuk membuatnya sendiri,” ungkapnya.
Sebagai awam, tentu Koko harus banyak menimba ilmu tentang kayu dan pertukangan. Bukan itu saja. Bikin alat musik apalagi biola adalah pekerjaan yang sangat rumit.
Apalagi latar belakangnya bukan seorang ahli kayu. Melainkan sarjana Kimia, alumnus Universitas Brawijaya.
Tersedianya informasi dari media sosial dan YouTube membuat Koko leluasa untuk belajar.
BACA JUGA:Rayakan Tahun Baru, Warga Tengger Berlomba Bunyikan Musik Tradisi Menuju Gunung Bromo
Trial and error dilakukannya. Awalnya, ia kesulitan dalam melakukan plitur atau coating.
“Awalnya sudah jadi tapi kurang halus. Jadi kelihatan banget teksturnya,” ungkapnya.
Untuk proses coating yang maksimal, Koko mempercayakannya pada tukang kayu. Ketika itu ia memang belum memiliki alat coating.
Untuk mencapai kualitas suara yang dihasilkan pun, Koko memesan bahan-bahan yang diperlukan. Seperti kayu maple dan pick up yang berkualitas.
Setelah melakukan berkali-kali percobaan, pada 2018 Koko memberanikan diri untuk memulai usaha tersebut.
Di rumahnya kini telah lengkap dengan peralatan pertukangan untuk membuat biola.
Trial and error dijalani sekian lama. Hingga ia berhasil membuat produk yang berkualitas.
Hasil karyanya juga cukup unik dan kreatif. Biola yang dibuatnya memiliki motif lengkung yang menarik.
Ornamennya juga mengedepankan motif Nusantara, tak terlalu terpaku pada bentuk biola seperti lazimnya biola buatan luar negeri.
“Untuk suara juga sudah teruji. Banyak yang memesan. Sudah dikirim ke berbagai daerah di Indonesia.
Tapi yang paling banyak pemesannya memang dari Kota Malang,” ujarnya. Di Malang, Koko menjadi pengusaha biola yang cukup dikenal. (Guruh Dimas Nugraha)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: