Rayakan Tahun Baru, Warga Tengger Berlomba Bunyikan Musik Tradisi Menuju Gunung Bromo

Rayakan Tahun Baru, Warga Tengger Berlomba Bunyikan Musik Tradisi Menuju Gunung Bromo

Warga Suku Tengger di Desa Ngadiwono,Pasuruan. Mereka bersama-sama menuju Gunung Bromo, melakukan upacara Yadnya Kasada.-Ranau Alejandro-

PASURUAN, HARIAN DISWAY – Senandung doa Hindu Tengger dalam Bahasa Jawa terdengar lirih. Sayup, meneduhkan. Di sela purnama dengan cahayanya.

Tanggal 4 Juni 2023 lalu, atau tanggal 15 dalam kalender Jawa, adalah malam penuh sukacita bagi warga Suku Tengger yang tersebar di sabuk Pegunungan Bromo. Termasuk mereka yang berdiam di Desa Ngadiwono, Tosari, Pasuruan. Sebab, keesokan harinya, 5 Juni 2023 atau dalam kalender Jawa disebut tanggal limolas panglong siji, adalah tahun baru bagi Suku Tengger.

''Dua hari sebelumnya kami melakukan hatur sesaji di 25 titik suci di sekitar Bromo. Lalu pagi hari tanggal 15 kalender Jawa, kami melakukan Semeninga,'' ungkap Romo Dukun Pandita Puja Pramana, pemimpin peribadatan Suku Tengger yang tinggal di Desa Ngadiwono.

Semeninga adalah ibadah bersama untuk memberitahu leluhur, bahwa anak-cucu Suku Tengger akan menghaturkan labuh palawija. Atau menyerahkan hasil bumi ke kawah Bromo. Sebagai persembahan bagi Tuhan dan leluhur tersebut.

“Istilahnya, paginya meminta izin dulu. Malam hari pukul sepuluh, baru kami berangkat ke Gunung Bromo,” ungkapnya.

Jelang waktu itu, para warga berkumpul di kediaman Romo Dukun Puja. Mereka membawa beberapa piranti peribadatan. Seperti palawija, dan beberapa alat musik. Mereka menggunakan pakaian tebal karena cuaca sangat dingin.

Romo Dukun Puja mengenakan pakaian serba putih dan udeng atau penutup kepala khas Tengger. Dengan tongkat di tangan, ia memimpin warga Ngadiwono untuk berjalan ke gerbang desa.

Musik slompret dan gamelan yang dipanggul dibunyikan. Ritmis dari kentongan bertalu. Berbondong-bondong Suku Tengger di Desa Ngadiwono berjalan dengan sukacita.

Romo Puja menyapa warga di jalan yang berhalangan untuk ikut ke Bromo. Seperti orang tua yang memiliki anak kecil, yang tak memungkinkan untuk diajak serta.

Beberapa orang membawa obor dan berjalan paling depan. Truk menunggu di gerbang desa. Satu per satu mereka naik dalam bak truk tersebut. Pukul sepuluh tepat, mereka berangkat ke Gunung Bromo. Menunaikan Yadnya Kasada.

Sebelum sampai, di satu titik terdapat bangunan suci. Hindu Bali menyebut pelinggih. Sedangkan dalam istilah Tengger disebut Mungal. Dianggap sebagai pintu gerbang menuju Bromo dari arah Pasuruan. Konon itulah salah satu lokasi pertapaan Joko Seger dan Roro Anteng. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: