Gelar Ji Yek Pan atau Sembahyang Arwah agar Terlahir di Alam Sukhavati

Gelar Ji Yek Pan atau Sembahyang Arwah agar Terlahir di Alam Sukhavati

Ibadah Ji Yek Pan diselenggarakan pada bulan ketujuh Imlek. Biasa disebut bulan arwah. -Ahmad Rijaluddin-

HARIAN DISWAY - Warga Tionghoa di Indonesia, khususnya yang masih melestarikan tradisi leluhur, pada 30 Agustus 2023 lalu, mengadakan ibadah Ji Yek Pan atau sembahyang arwah. Mendoakan mereka yang telah berpulang.

Batu bata putih ditata berbentuk persegi. Menyerupai wadah berukuran besar, di halaman bangunan paguyuban Cetiya Buddha Dhamma Sangha Lotus. Beberapa umat bergantian mengusung kertas sukhavati yuva. Berwarna kuning dengan aksara Mandarin, berisi doa.

Kertas-kertas sukhavati itu ada yang dibiarkan terbuka lebar, ada yang disusun menyerupai teratai. Bertumpuk-tumpuk. Sebelumnya, ujung kertas itu telah dibakar menggunakan lilin yang ada di altar bagian depan. Sebagai penyulut. Karena selain kertas-kertas itu, umat Buddha membakar piranti yang lain. Maka api harus besar.
Kertas Sukhavati berisi doa untuk melunturkan karma buruk leluhur di alam akhirat. -Ahmad Rijaluddin-

"Kertas sukhavati ini diibaratkan sebagai surat jalan leluhur. Mereka sedang berada di alam arwah. Perlu doa dari kerabat dan anak-cucunya, supaya ia dapat terlahir kembali di alam sukhavati atau alam bahagia," ujar Teguh Santoso, salah satu umat.

Alam sukhavati adalah nama lain dari surga barat. Tanah suci atau tanah murni yang berada di barat dalam Buddhisme Mahayana. "Bisa disebut sebagai kertas paritta. Di dalamnya berisi doa untuk mengurangi karma negatif almarhum. Sehingga beliau dapat terlahir kembali," ujarnya.

Menurut Purwohadi Kahar, salah satu pemimpin peribadatan, umat Buddha memiliki konsep tinimbal lair. Yakni proses kelahiran berulang-ulang yang dialami oleh manusia. Jika karma buruk begitu banyak melekat dalam dirinya, maka ia akan selalu menjalani proses tersebut.

"Sampai karma buruknya hilang. Jika sudah begitu ia bisa terlahir kembali di alam bahagia," ujar rohaniwan 68 tahun itu. "Maka tugas kami di sini sebagai anak-cucu, mendoakan ketenangan mereka. Sekaligus pelimpahan jasa," tambahnya.
Peribadatan sembahyang arwah atau Ji Yek Pan yang diselenggarakan di ruang ibadah Cetiya Buddha Dhamma Sangha Lotus. -Ahmad Rijaluddin-

Pelimpahan jasa dalam agama Buddha disebut sebagai Pattidana. Yaitu ungkapan rasa bakti dan hormat kepada mereka yang telah berpulang. Wujudnya, seseorang harus melakukan perbuatan baik terlebih dulu sebelum melakukan Pattidana. Kemudian "melimpahkan" perbuatan atau karma baik itu pada leluhur.

Karena mereka yang telah berpulang masih memiliki kammabandhu atau hubungan karma dengan anak cucunya. "Kita ada karena orang tua. Dalam Buddhisme, orang tua adalah penolong sejati atau pubbakari dalam kehidupan kita. Maka kita wajib mengirim doa untuk mereka," ungkap Purwohadi.

Secara agama, seseorang wajib melakukan Pattidana sesering mungkin. Namun secara tradisi, perayaan besar dan peribadatan terkait itu dirayakan pada bulan ketujuh Imlek.

"Maka acara siang ini adalah aktualisasi dari pelestarian tradisi. Tentu tradisi yang sesuai dengan ajaran agama Buddha," ujar Adi Jayo, salah satu umat yang juga perwakilan dari Walubi. (Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: