Pengalaman Menonton Kerapan Sapi Piala Panglima TNI Cup 2023: Ada Pemenang, Sorak Menggila

Pengalaman Menonton Kerapan Sapi Piala Panglima TNI Cup 2023: Ada Pemenang, Sorak Menggila

Salah satu peserta kerapan sapi yang tampak bersemangat mengikuti pacuan. Dari penyelenggaraan itu pelestarian salah satu budaya Madura yang menjadi ajang olahraga ini masih sangat kuat dijaga lestarinya oleh masyarakat. -Sahirol Layeli-

Tahu kan bahwa sapi hanya memiliki dua reseptor yang membuat dia hanya bisa melihat warna yang sangat kontras antara gelap dan terang. Saat panitia melihat penonton memakai baju biru memanjat melewati pagar batas dengan tidak segan mereka langsung meneriaki: “Toron lek, toron!” 

Kalimat perintah untuk turun dalam bahasa Madura itu dilakukan agar penonton tidak mengganggu jalannya pertandingan. Dikhawatirkan sapi akan berbelok arah laju pacuan dan menyeruduk penonton tersebut.

Para supporter dari masing-masing regu berada di tengah lapangan start. Seperti membagi dua kubu. Aku dukung putih dan kamu dukung merah. 

Setelah hitungan di angka lima, pembawa bendera mengangkat dan menurunkan bendera dengan cepat. Tanda dua peserta yang bertanding pada sisi kanan dan sisi kirinya bisa mulai berpacu. 

Host akan meneriakkan sapi mana yang melewati garis start duluan. Saat sudah disuarakan pemenangnya, benar-benar gila. Tidak hanya golongan bapak-bapak yang menjadi mayoritas penonton. Ada juga anak kecil dan ibu-ibu yang tidak kalah gaharnya dalam menyorakkan kemenangan pemacu.

Di tengah perlombaan, ada satu babak yang menimbulkan protes langsung dari Wakil Bupati SampangAbdullah Hidayat. “Saya mengkritik soal lampu start bukan karena sapi saya ingin menang. Sapi saya sih tetap kalah. Ini evaluasi tentang pertandingan agar ke depannya lebih baik,” katanya.

Apa yang disampaikan Abdullah Hidayat yang mewakili tim dari Kabupaten Sampang itu terjadi karena dirasa kurang akuratnya kedipan lampu merah dan hijau dengan intruksi mulai yang dilantangkan oleh host.

Dari semua keseruan yang saya lihat, ada satu hal yang cukup memilukan. Saya melihat sapi yang telah dipacu di lapangan punya bekas sabetan ekornya sendiri yang menyisakan luka hingga berdarah. Untung, para tim pemacu langsung memberikan penanganan.

Melihat kerapan sapi masih berlangsung, saya lega bahwa pelestarian budaya yang sudah menjadi ajang olahraga ini ternyata sangat kuat dijaga lestarinya oleh masyarakat.

“Jangan sampai terkikis oleh budaya lain. Karena ini merupakan budaya warisan dari nenek moyang kita,” tegas Haji Tohir. (Oleh: Wafiqul Azizah: Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIB Universitas Trunojoyo Madura)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: