Musda VI Dewan Kesenian Jawa Timur, Diharapkan menjadi Titik Balik Baru untuk Masa Depan Kebudayaan Jawa Timur

Para peserta Musda VI DKJT, 14-15 Juni 2025 di Great Diponegoro Hotel Surabaya.-DKJT-
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Musyawarah Daerah (Musda) VI yang digelar Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) selama tiga hari, sejak 13 Juni di Great Diponegoro Hotel Surabaya, resmi ditutup pada 14 Juni. Terdapat sejumlah keputusan yang dinilai strategis untuk lima tahun ke depan.
Dalam Musda tersebut terdapat para pemikir, seniman, dan penggerak budaya dari 34 kabupaten/kota di Jawa Timur. Musda VI diharap menjadi panggung lahirnya semangat baru dalam memandang peran kesenian dan kebudayaan. Sebagai elemen vital pembangunan daerah.
Menjawab Dinamika Zaman
Perubahan sosial, budaya, dan kebijakan publik menuntut DKJT untuk beradaptasi cepat. Salah satu respons penting datang dari hadirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pemajuan Kebudayaan Jawa Timur. Itu menjadi titik pijak utama dalam perumusan kebijakan baru.
BACA JUGA:Hadiri Musda VI DKJT, Kemenkum Jatim Tegaskan Komitmen Dukung Pemajuan Kebudayaan
“Musda kali ini bukan sekadar rutinitas organisasi. Kami sadar bahwa kesenian hari ini bukan hanya soal ekspresi. Tetapi juga strategi pembangunan identitas daerah,” ujar Nasar Al Batati, Ketua Pelaksana Musda VI DKJT.
Selama tiga hari, perwakilan dari seluruh dewan kesenian dan kebudayaan kabupaten/kota duduk bersama. Berdiskusi panjang lebar soal arah kebijakan, penguatan kelembagaan, serta bagaimana menjadikan DKJT sebagai jembatan antara aspirasi seniman dengan kebijakan negara.
Struktur Organisasi: Kini Lebih Kolektif, Lebih Inklusif
Salah satu hasil Musda VI adalah lahirnya struktur organisasi baru yang dinilai lebih demokratis dan adaptif.
BACA JUGA:Buka Musda VI DKJT, Wakil Ketua DPRD Jatim: Budaya Harus Jadi Fondasi Pembangunan Daerah
DKJT kini dipimpin oleh Presidium Kolektif yang beranggotakan tujuh orang: sebuah sistem kepemimpinan berbasis kolegialitas dan gotong royong.
Struktur baru itu memastikan suara dari lima Bakorwil dan sepuluh subkultur kesenian di Jawa Timur, termasuk Jawa dan Madura, terwakili dengan adil. Dalam sistem itu, tak ada satu pun figur dominan. Semua keputusan penting diambil bersama.
“Model ini kami yakini lebih sesuai dengan semangat zaman. Kolaboratif, terbuka, dan menjunjung partisipasi luas,” terang Nasar.
BACA JUGA:Wakil Ketua DPRD Surabaya Minta Komisi D Tengahi Dualisme Dewan Kesenian
Nomenklatur organisasi juga mengalami reformasi. Kini, bidang kerja dibagi menjadi dua: Komite untuk bidang seni spesifik seperti Teater, Musik, Tari, Seni Rupa, dan Sastra; serta Departemen yang menangani fungsi-fungsi operasional dan administratif. Mulai dari Hukum dan HAM hingga Pemasaran dan Kerjasama.
DKJT juga membentuk satu departemen khusus untuk menangani 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK). Sebuah langkah yang mengimplementasikan regulasi ke dalam praktik nyata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: