Cheng Yu Pilihan Direktur Cemara 6 Galeri-Toeti Heraty Museum, Jakarta Dr Inda Citraninda Noerhadi SS MA: Yu Ren Wei Shan

Cheng Yu Pilihan Direktur Cemara 6 Galeri-Toeti Heraty Museum, Jakarta Dr Inda Citraninda Noerhadi SS MA: Yu Ren Wei Shan

Kesibukan Inda Citraninda Noerhadi cukup banyak. Selain menjadi Tim Kurator Galeri Nasional Indonesia sejak 2002, pendiri Indonesian Women Artists ini juga pelukis karena pernah belajar melukis di Akademi voor Beelden de Kunsten, Den Haag. -Inda CN-

ADA sosok yang sangat memengaruhi Dr Inda Citraninda Noerhadi menjadi setangguh sekarang. Dialah mendiang ibundanyi, Toety Heraty. Nama yang melekat pada galeri dan museum yang berlokasi di Jalan HOS. Cokroaminoto No.9-11, Jakarta itu. 
 
Ada sekian banyak pesan bijak yang ditinggalkan Toety, seorang tokoh penting dalam dunia filsafat dan kebudayaan di Indonesia. Berupa nilai-nilai, kebaikan, kejujuran, ketulusan, hingga pandangan hidup. 
 
“Semua itu saya yakini sebagai balasan untuk kami. Terbukti ada banyak kemudahan-kemudahan dalam berbagai hal berkat yang dilakukan Ibunda,” kata perempuan yang lahir di Amsterdam, 16 Februari 1958 itu.
 
Salah satu pesan yang diingat Inda adalah “berbuat baik terhadap orang lain atau sesama”. Pepatah Tiongkok klasik yang bersumber dari wejangan filsuf Mencius 孟子 menyebut ini sebagai 与人为善  (yǔrén wéi shàn).
 
“Itulah yang dilakukan ibu semasa hidupnya. Setelah beliau berpulang, banyak kebaikan yang beliau tanam dulu terus mengalir sampai sekarang,” kata Inda, mengenang Toety yang meninggal pada 13 Juni 2021 lalu.
 
Memang demikianlah. Setiap hari kita selalu belajar sesuatu. Mendapatkan hal-hal yang baru. Mulai dari hal yang kecil sampai ke hal yang besar. Yang semua itu mungkin selama ini luput dari perhatian. Tapi apa yang ditanamkan oleh mendiang ibunda Inda itu sangat menghunjam. 
 
Tidak ada istilah “tidak bisa” atau “menyerah” terhadap sesuatu hal yang belum pernah diupayakan maksimal. “Segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya jika kita berusaha dengan sekuat tenaga,” tegas lulusan Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra UI itu.
 
Maka, jika melakukan pekerjaan, lakukan secara serius dan profesional. Fokus dari mulai hal yang kecil sampai hal yang besar. Harus tuntas dan tidak dikerjakan dengan setengah hati. Tentu hasil yang diperoleh akan sepadan dengan perjuangan yang dilakukan. Motto itu ditemukan Inda ketika ibunyi masih hidup. 
 
“Beliau selalu memperlihatkan contoh apapun yang beliau kerjakan. Baik yang sepele hingga yang besar, selalu dirancang dengan konsep secara detail, penuh perhatian, dan selesai tuntas. Hasilnya, sesuatu yang sangat membanggakan, baik untuk dirinya maupun untuk keluarga,” ungkap tegas peraih Master of Arts dalam bidang sejarah kesenian dari Universitas Pittsburgh, Pennsylvania itu.
 
Motto tersebut sangat berdaya buat Inda. Salah satunya terbukti ketika dia mempersiapkan pameran “Indonesian Women Artists # 3: Infusions Into Contemporary Art” karya 10 perempuan perupa yang secara konsisten telah berkarya selama dua dekade. 
 
Setelah berjuang dua tahun, pameran itu sukses terselenggara. Dengan pro dan kontra bentuk kemasan pameran, dana yang minim, sponsor yang sulit diperoleh, dan sebagainya.
 
Maklum, pada 2019, saat pandemi Covid-19 melanda, berdampak pada kegiatan pameran seni rupa di Cemara 6 Galeri-Toeti Heraty Museum. Tapi Inda tak kurang akal. Pameran dikemas baik secara luring maupun daring. 
 
Untuk daring, dia mengemas sebagai pameran virtual yang bisa diunggah oleh pengunjung pameran. “Walaupun hasilnya tidak seperti layaknya menyaksikan pameran secara fisik, tapi karya-karya tetap bisa dinikmati secara detail, tekstur, warna, goresan, spirit dan konsep karya perupanya,” beber Inda.
 
Selain pameran tersebut, di tengah situasi pandemi Covid-19 yang serba-sulit, Inda berhasil menggelar Pameran Cultural in Diversity di Stephania Palace, Budapest. Menghadirkan karya perupa Indonesia dan Hungaria. Hasil pertukaran kebudayaan dua negara sebelum pandemi melanda.

”Kedua penyelenggaraan acara itu awalnya dikawal oleh almarhumah ibu. Namun, pada saat pameran tergelar, beliau malah tidak berada di tengah-tengah kami. Tapi spiritnya benar-benar ada dan sangat menyemangati saya secara nyata,” tegas ungkap doktor dalam program studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UI itu. (Heti Palestina Yunani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: