Plato dan ACI Ajak Orang Tua Berperan dalam Melawan Predator Seksual pada Anak

Plato dan ACI Ajak Orang Tua Berperan dalam Melawan Predator Seksual pada Anak

Koordinator OCSEA Jatim Yugi Nur Harianti (kiri) dan Direktur Plato Foundation Dita Amalia. -Ahmad Rijaluddin-

HARIAN DISWAY - Di balik layar yang penuh dengan cerita berkilauan dan kesenangan di dunia maya, tersembunyi juga kisah kelam yang menghantui masa depan anak-anak. 

Dalam era digital ini, pelecehan dan eksploitasi seksual anak secara online atau online child sexual exploitation and abuse (OCSEA) yang ancamannya semakin nyata.

Koordinator OCSEA Jatim Yugi Nur Harianti menjelaskan bahwa pihaknya dengan Aksi Cinta Indonesia (ACI) telah sepakat bekerja sama membahas isu genting ini.

Yakni terkait keresahan Plato mengenai maraknya predator seksual yang beredar di sosial media dan penyalahgunaannya oleh anak-anak.

BACA JUGA: Tangani Kasus Anak Kecanduan Pornografi, Plato Foundation-ACI Sepakat Bersatu Melawan OCSEA

Plato yang sudah bermitra dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menemukan bahwa banyak anak kalangan SD yang sudah menonton video porno.

Sayang, mereka mempunyai minim pengetahuan atas dampak yang terjadi. Hal ini diketahui dengan studi baseline terhadap perilaku anak.

Plato menemukan beberapa anak menunjukkan perilaku yang berisiko dengan menggunakan Virtual Private Networks (VPNs). Mereka juga memiliki akun sosial media yang dirahasiakan, dan merasa aman dengan teman-teman online dibandingkan keluarga.

Ditambahkan Drektur Plato Foundation Dita Amalia, salah seorang korban yang ditangani oleh Plato, anak berusia 14 tahun. Ia terlibat OCSEA saat berkenalan dengan orang asing secara online untuk menyebarkan foto bagian privasinya. 

Hingga bertemu di hotel. “Setelah diajak berbicara, banyak anak anak yang tidak merasa berisiko, dia tak tahu jejak digital enggak bisa dihapus,” tutur Dita.

Perilaku mereka didukung oleh kurangnya rasa aman dan nyaman yang mereka rasakan ketika bersama keluarga.

“Ketika korban ditanya dari skala 1 sampai 10 tingkat kenyamanan dia dengan orang tuanya itu, dengan ibunya skala 2 dengan ayahnya skala 3,” ucap Dita.

Hal ini menunjukkan ahwa bangka yang sangat minim sehingga membuat anak mencari tempat yang nyaman dengan mencari teman di sosial media.

“Yang menjadi akar masalah adalah mereka tidak mempunyai tempat curhat di rumah, sehingga terjerumus ke hal-hal yang negatif seperti OCSEA ini,” ungkap Dita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: