TikTok Shop Ditutup Bukanlah Terobosan Efektif
TikTok Shop ditutup bukanlah suatu terobosan yang efektif.--Fokus.co.id
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Belakangan ini, perbincangan hangat tentang pasar yang sepi pembeli masih menjadi sorotan di berbagai media.
Isu ini muncul setelah para pedagang di Pasar Tanah Abang Jakarta bersama-sama menyalahkan TikTok Shop sebagai pihak yang bertanggung jawab atas situasi sulit mereka.
Dalam menyikapi kasus tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 yang mengatur pemisahan antara media sosial dan marketplace.
Akibatnya pedagang yang sebelumnya sering menggunakan TikTok Shop untuk melakukan transaksi jual-beli, sekarang dilarang oleh pemerintah.
Dosen Manajemen FEB UNAIR, Made Gita Nadya Ayu Ariani SE MSM, memberikan perhatian khusus terhadap isu ini.
Menurutnya, masyarakat saat ini tidak membeli produk untuk penggunaannya saja melainkan untuk mencapai status sosial dengan membeli barang dari para influencer.
BACA JUGA: Menyoal Pelarangan TikTok Shop (1) : Barang Impor Harus Berharga di Atas Rp 1,5 juta
“Yang mereka kejar bukan hanya kebutuhan barangnya. Tapi status sosial yang mereka dapatkan ketika seolah-olah ‘berinteraksi’ dengan para artis,” jelasnya pada Jumat, 29 September 2023, dilansir dari laman UNAIR.
Bahkan, sering kali beberapa pembeli akan merekam pembelian mereka dan membagikannya melalui platform media sosial.
Akibatnya para influencer mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar dari live streaming mereka, sedangkan pendapatan pedagang di pasar tradisional cenderung lebih rendah.
Bukan Terobosan Efektif
Gita berpendapat bahwa keputusan untuk menghentikan TikTok Shop sebagai platform transaksi jual-beli bukanlah suatu terobosan yang efektif. Tindakan tersebut seolah-olah menolak perkembangan teknologi yang tak dapat terbendung.
Dia juga merujuk pada upaya pemerintah sebelumnya untuk melindungi angkutan konvensional dari persaingan dengan layanan angkutan online dalam beberapa tahun terakhir.
“Sama seperti lima-enam tahun yang lalu, pemerintah berusaha melindungi ojek, angkutan, dan taksi konvensional dari serbuan ojek online yang mana tidak berhasil juga sebenarnya,” ujarnya.
Dalam sudut pandang lain, Gita menilai bahwa beberapa pihak terlalu menyederhanakan masalah ini dengan hanya menyalahkan TikTok sebagai penyebab utama sepi pasar.
Padahal sebenarnya ada banyak pelaku UMKM lain yang tidak dapat berjualan karena kurangnya akses ke tempat dagang. Hal itu seharusnya juga perlu menjadi perhatian.
“Jadi sebenarnya teknologi ini justru membantu UMKM lainnya yang tidak punya akses ke pasar. Cukup punya e-mail, buka akun, sudah bisa berjualan,” katanya dilansir dari laman UNAIR.
Tingkatkan Kenyamanan Pasar
Gita menyatakan bahwa penjualan melalui TikTok Shop bukanlah menjadi satu-satunya faktor yang menyebabkan pasar tradisional sepi.
BACA JUGA: Menyoal Pelarangan TikTok Shop (2): Pedagang Keluhkan Iklim Tak Sesuportif Marketplace Lain
Ada faktor lain seperti kenyamanan yang juga mendorong pembeli untuk beralih dari pembelian konvensional ke pembelian online.
“Kadang helm hilang, mobil baret, suasananya juga ga nyaman, panas, desak-desakan, orang nawarin barang juga seenaknya, itu yang membuat orang justru enggan ke sana,” ucapnya dilansir dari laman UNAIR.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan pedagang guna menciptakan lingkungan yang nyaman. Harapannya, masyarakat akan kembali berbelanja di pasar tradisional.
Selain itu, pedagang juga seharusnya dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang terus berlangsung, dan tidak hanya bergantung pada model pemasaran konvensional.
BACA JUGA: Menyoal Pelarangan TikTok Shop (3-Habis): Aturan Anyar Kecewakan Pedagang yang Main Fair
“Pelaku usaha juga jangan hanya terpaku pada model pemasaran konvensional. Sebenarnya banyak juga pelatihan dari pemerintah tentang digital marketing,” tambahnya dilansir dari laman UNAIR.
Oleh karena itu, ketika mereka memulai kegiatan berjualan melalui marketplace, mereka tidak hanya sebatas menghadirkan produk mereka di sana.
Gita menyarankan agar pedagang mulai secara rutin membuat konten terkait dengan produk mereka. Tujuannya adalah menarik minat masyarakat untuk membeli produk tersebut. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: unair.ac.id