Pembunuhan yang Sudah Lama, Korban pun Sudah Jadi Kerangka

Pembunuhan yang Sudah Lama, Korban pun Sudah Jadi Kerangka

Ilustrasi, saat ditemukan, korban pembunuhan di Blitar ini sudah jadi kerangka. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Ketiga, uji deoxyribonucleic acid (DNA). Kini hampir semua negara, termasuk Indonesia, sudah punya alat uji DNA.

Prof Ward adalah guru besar patologi forensik di Centre for Forensic Science, University of Technology Sydney, Australia. 

Ward: ”Terbaru, logam pada mayat. Itu kalau yang bersangkutan pernah pasang logam (pen) pada tulang yang patah.  Pada logam itu tertera nomor seri dan nama rumah sakit yang memasang.”

Bisa juga, implan payudara, alat pacu jantung, atau implan gigi. Penyidik bisa menghubungkannya dengan catatan pasien melalui tanda uniknya. Yakni, merek dagang, tanggal pembuatan, dan nomor seri, pasti tertera di alat itu.

Cuma itu dasar pengungkap identitas mayat. 

Di kasus Blitar, polisi sudah mengamankan seorang pria yang sampai Rabu, 22 November, masih berstatus saksi. AKBP Danang belum bersedia mengungkap identitas pria yang diamankan. ”Cuma saksi,” ujatnya.

Tapi, warga Desa Bacem sudah tahu. ”Siang tadi, Nuhan dibawa polisi. Entah ke mana,” ujar salah seorang tetangga Suprio. Dan, cerita Suprio dibawa polisi ini sudah menyebar sedesa.

Kalau di Australia cara mengungkap mayat seperti dijelaskan Prof Ward itu, di Indonesia ternyata jauh lebih sederhana: dari mulut ke mulut. Bahkan, kerangka itu sudah dikuburkan warga desa pada Rabu di makam umum Desa Bacem. Pada nisan tertulis nama: Fitriana.

Betapa pun, cerita warga itu sangat kuat. Struktur ceritanya kuat. Karena semua orang di sana bercerita dengan satu alur cerita yang sama tentang suami istri Suprio-Fitriana. 

Polisi kini bekerja keras mengungkap. Berikan kesempatan kepada polisi membuktikan perkara ini. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: