Waspadai Krisis Identitas Mahasiswa Masa Emerging Adult

Ketika grup medsos dipakai hanya sebagai sarana informasi, bukan sebagai sarana interaksi timbal balik, dapat disebut bahwa komunikasi dalam keluarga tidak terjadi dengan baik. Kegagalan memindahkan ruang komunikasi offline ke ruang komunikasi online dapat menimbulkan problem bagi mahasiswa yang hidup jauh dari keluarga. 

Sementara itu, pendidikan tinggi sebagai lingkungan kedua mahasiswa perlu membekali mahasiswanya di awal kuliah untuk memiliki gambaran diri otentik dirinya. Caranya dapat dilakukan dengan mulai mengajak mahasiswa mengenali kelemahan dan kekuatan diri sampai membuat rumusan tujuan hidupnya. 

Gambaran tentang dirinya itu menjadi dasar bagi mahasiswa menjalani tantangan hidup ke depan. Selain itu, proses mengembangkan cara berpikir kritis serta memberikan pengalaman berkolaborasi dalam proses pembelajaran akan menjadikan mahasiswa lebih berpikir nalar. 

BACA JUGA: Bunuh Diri dengan Gas Helium Juga Terjadi di India, Mirip Kasus Caroline Angelica

Pengembangan berpikir nalar itu akan membantu mahasiswa untuk melihat celah ketika menghadapi kebuntuan dalam berpikir. Celah itulah yang akhirnya akan berkembang menjadi semacam harapan (hope) bagi mahasiswa. 

Demikian dinamika krisis identitas mahasiswa fase emerging adult yang perlu diwaspadai agar tidak menjadi bom waktu nantinya dengan makin bertambahnya korban mahasiswa yang stres, depresi, menyakiti diri, dan bunuh diri. 

Dukungan keluarga dengan memindahkan ruang komunikasi offline ke ruang komunikasi online dan universitas melalui proses pembelajaran yang mengembangkan berpikir nalar menjadi prioritas dalam menyelamatkan generasi unggul. 

Semoga mahasiswa sebagai generasi nomor satu tidak rapuh lagi ke depannya. (*)

 
Dewi Retno Suminar, dosen psikologi Universitas Airlangga.-Dok Pribadi-

 

Sumber: