Spiritual Journey Seruni Niskala di Perwara Pawitra (1): Mencari Hening demi Novel

Spiritual Journey Seruni Niskala di Perwara Pawitra (1): Mencari Hening demi Novel

Latar belakang saya yang indah itu adalah Puncak Pawitra yang gagah. Mendaki salah satu perwara Pawitra menjadi salah satu semacam rabuk jiwa. -Kirana Kejora-

Hanya sekitar 30 menit kami bersapa ria, kemudian segera, bertujuh naik menuju Dusun Telogo, sebagai jalur pendakian terdekat dengan mengendarai mobil pick up terbuka. 

Melewati jalanan penuh tanjakan terjal, kanan kiri tebing dengan pepohonan khas hutan tropis dan bebatuan andesit, tentu cukup menguji adrenalin. Tak kecil hati pada akhirnya, melihat betapa bahagianya teman-teman -para suhu gunung- menikmati perjalanan ke sekian memeluk Pawitra. 

Ya, mereka adalah penjaga Pawitra agar tetap terlindungi, aman dari segala gangguan ulah manusia perusak alam dan sejarah yang tersimpan di sana.

“Itu elang!” teriak Cak Mukidi sambil jari telunjuk kanannya menunjuk ke langit, tepat di atas kami. Benar! Seekor burung elang membentangkan kedua sayap panjangnya, gagah terbang di atas kami.

Tertegun, shock, mati gaya, saya baru kali ini melihat elang membentangkan kedua sayapnya dengan sempurna di depan mata, sangat dekat. 

Tapi apa daya, tangan tak mampu memotretnya dengan HP yang sepertinya kaku. Berada dalam genggaman saja.

Kedatangan elang gunung, pertanda kebaikan bagi saya yang tak lagi bawel. Bertanya seperti apa medan dan lain-lain kepada Ilmi yang hanya nyengir menjawab tanya-tanya enggak penting itu.

Setelah sekitar 40 menit perjalanan dan melewati penambangan pasir gunung yang lumayan mengundang kagum, heran, sekaligus banyak pertanyaan di kepala, sampailah mobil kami di titik jalur pendakian.

Diperkirakan ada lebih dari 130 situs bersejarah yang sudah ditemukan, dianggap suci di beberapa titik di lereng Gunung Pawitra.

Situs ini berupa candi-candi kecil maupun batu prasasti yang biasanya ditemukan saat terjadi kebakaran hutan, tanah longsor, atau hujan deras. Sebelumnya lima jalur pendakian ditutup karena terjadi kebakaran pada 2 November 2023 lalu. 

Gunung Pawitra berketinggian 1.653 meter di atas permukaan laut memiliki lima jalur pendakian. Kelima jalur tersebut berada di Kabupaten Mojokerto dan Pasuruan.

Jalur Wonosunyo di Desa Wonosunyo, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan. Jalur ini dimulai dari sisi timur laut Gunung Pawitra. Salah satu tanda para pendaki berada di jalur ini adalah Petirtaan Belahan, situs candi bernama Sumber Tetek yang konon dibangun Prabu Airlangga untuk kedua istri tercinta.

Jalur Jolotundo. Jalur penyimpan petirtaan Jolotundo yang dibangun Prabu Udayana untuk menyambut kelahiran Prabu Airlangga. Bisa dimulai di sisi barat Gunung Pawitra. Awal jalur ditempuh dari Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto.
Saya menyusuri jalan menanjak terjal dari Dusun Telogo, Kunjoro Wesi, Ngoro, Mojokerto. -Kirana Kejora-

Jalur Kedungudi. Jalur ini berada di Desa Kedungudi, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto dan Jalur Tamiajeng, jalur pendakian paling populer. Pasalnya jalur ini memiliki jarak yang pendek untuk mencapai puncak Gunung Pawitra.

Kelima adalah jalur Ngoro. Jalur Telogo Ngoro berada di Dusun Telogo, Desa Kunjoro Wesi, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto. Jalur ini lebih diminati para pendaki professional. Tapi kurang bersahabat bagi pemula dan wisatawan karena medannya cukup terjal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: