Spiritual Journey Seruni Niskala di Perwara Pawitra (1): Mencari Hening demi Novel

Spiritual Journey Seruni Niskala di Perwara Pawitra (1): Mencari Hening demi Novel

Latar belakang saya yang indah itu adalah Puncak Pawitra yang gagah. Mendaki salah satu perwara Pawitra menjadi salah satu semacam rabuk jiwa. -Kirana Kejora-

HARIAN DISWAY - Pendakian tepat di Hari Pahlawan 2023 bersama Pasukan dari Astana Jabal Sirr dan Bukit Bintang Sabrangan Dusun Genting ini begitu istimewa. Banyak kejutan selama Pendakian yang ternyata ”melelahkan”. 

Mendaki gunung bagi saya adalah salah satu rabuk jiwa. Gerakan spiritual penanda keaslian energetika. Tindakan neuromuskuler yang sukarela. 

Begitu juga ketika mendaki Gunung Gajah Mungkur. Yakni salah satu gunung pengawal, perwara Gunung Penanggungan atau Pawitra. Namun, setelah pendakian itu, ”gunungan” sesal pun terbit saat diri ini bisa menatap dekat Puncak Pawitra yang gagah.

Seakan memberi kekuatan untuk kembali meneruskan tugas sebagai penutur Seruni Niskala. Kenapa tidak dari dulu saya mendaki tempat suci ini?

BACA JUGA: Travel Notes Kirana Kejora dari Bena Seri 1: Mati Kata Menatap Aura Sejarah Besar

Seperti tagline novel Seruni Niskala. “Penyesalan berkepanjangan adalah masa lalu yang melukai hari ini”. Novel Seruni Niskala yang telah empat tahun berjalan tapi belum selesai juga itu cukup ”nendang” para pemuja sesal. 
Di Candi Jedong, dummy novel Seruni Niskala I yang ke mana pun pergi setia menemani itu saya abadikan. -Kirana Kejora-

Termasuk saya. Salah seorang penutur novel berlatar Kerajaan Galuh dan Majapahit ini.

Pagi itu, S.N. Ilmiyah -novelis dan writerpreneur- yang juga penggiat budaya dan sejarah di Gunung Pawitra, menyambut hangat permintaan saya untuk naik ke gunung suci penyimpan 1001 candi.

Entah, saya lebih suka menyebutnya dengan kata Pawitra -bahasa Jawa kuno berarti bersih, murni, suci, kudus- dibanding Penanggungan. ”Ada kejutan," kata Ilmi -panggilan Ilmiyah- bergaya. Saya iya-in saja. Apa katanya. Yang penting saya bisa hening di gunung kudus.

Abdul Wahid dari Padepokan Astana Jabal Sirr mengarahkan untuk naik ke Gajah Mungkur. Itu mengingat saya meminta satu hari saja mendaki. Yang penting bisa singgah di beberapa candi untuk trip awal ini sudah cukup.

Sebelumnya, saya diajak Ilmi sowan Candi Jedong, yang konon merupakan pintu gerbang Kerajaan Kahuripan. Tak lupa saya bawa dummy novel Seruni Niskala I yang ke mana pun pergi setia temani. 

Dummy Seruni Niskala hanya ada dua, satu di saya, satu di Hedy Rahadian, guru jiwa dan partner menulis. Ya, jujur, perjalanan ke gunung kali ini, saya ingin menguatkan langkah yang mulai lemah karena banyaknya gangguan, penghenti semangat menulis novel ”berat” ini.

BACA JUGA: Travel Notes Kirana Kejora dari Bena Seri 2: Menangkap Simbol Ngadhu dan Bhaga

Setelah ”kulonuwun” di Candi Jedong, kami segera meluncur ke Padepokan Astana Jabar Sirr yang disambut hangat Abdul Wahid sebagai pendiri dan pemimpin padepokan penyembuhan gratis segala macam penyakit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: