Stadion Bintang

Stadion Bintang

ARIF AFANDI berada di depan Emirates Stadium milik Arsenal di London.-Arif Afandi untuk Harian Disway-

BACA JUGA: Demokrasi Fandom

Seperti halnya di Etihad, toko resmi jersey dengan segala perniknya terpisah dari bangunan stadion. Namun, dari tiga klub besar itu, toko resmi Liverpool FC terasa paling besar. Ada dua lantai. Juga, terasa lebih garang karena desain warna merah yang dominan.

Akses ke Emirates lebih mudah lagi. Bisa dijangkau dengan kerata bawah tanah. Yang sangat terkenal di London. Turun di terminal Arsenal. Dari stasiun cukup lima menit dengan jalan kaki. Melalui berbagai pertokoan dan permukiman. Padahal, setiap pertandingan tuan rumah, puluhan ribu suporter memenuhi stadion itu.

Pintu masuk Stadion Emirates melalui lantai 2. Malalui ram yang panjang. Dengan begitu, penonton harus menanjak dulu menuju halaman stadion. Di halaman itu pula toko resmi Arsenal berada. Di Kota London ada tiga stadion klub besar Liga Premier lainnya, yakni Tottenham Hotspur dan Chelsea.

BACA JUGA: Jazz Moderasi

Mengapa banyak stadion di Inggris dekat permukiman? ”Sejarahnya, dulu sepak bola menjadi olahraganya kelas menengah bawah. Karena itu, kebanyakan stadion di lingkungan permukiman orang miskin,” kata Anton Alifandi, alumnus UGM yang sudah lebih dari 20 tahun tinggal di London.

Menurutnya, baru mulai 1990-an, sepak bola berkembang dan mulai masuk ke tontonannya kalangan menengah atas. Tadinya, olahraga yang digemari kelas sosial atas Eropa: rugbi. Sedangkan sepak bola dulu menjadi olahraganya para pekerja.

Lantas, mengapa pusat keramaian yang penuh kompetisi berani di tengah permukiman? Kuncinya di tata kelola pertandingan dan stadion. Ditambah dengan ekosistem liga yang sudah tertata. Sebelum mencapai sistem liga terbaik di dunia, Inggris pernah mengalami masa kelam. Bahkan, pernah terkenal dengan holiganisme.

BACA JUGA: Gereget Pildun U-17

Namun, Inggris berhasil mereformasi sistem kompetisi sepak bolanya. Itu menjadikan Liga Premier seperti sekarang. Liga yang terbaik di dunia. Dengan tim-tim besar yang telah berkembang sebagai industri. Bukan lagi semata-mata sebagai klub olahraga. Melainkan, industri hiburan yang bisa menghadirkan investor besar.

Klub besar di Liga Premier kini dimiliki investor asing. Baik dari negara-negara Uni Emirat Arab maupun Arab Saudi. Bahkan, sudah mulai masuk investor Indonesia seperti kelompok Bakrie yang belum lama mengambil alih Oxford FC yang bermain di Liga Dua Inggris.  

Melihat stadion di Inggris, rasanya Stadion Tambaksari bisa dikembangkan menjadi seperti Stadion Emirates maupun Anfield. Tentu dengan membangun kembali akses yang lebih manusiawi. Misalnya, membangun ram baru yang menghubungkan lapangan di depannya dan akses dari jalan lainnya.

BACA JUGA: Harley Sultan

Intinya, jika ekosistem sepak bola Indonesia berubah menuju industri, stadion mana pun bisa dirombak untuk menjadi home base klub besar. Menjadikan stadion Indonesia sebagai stadion para bintang. Tentu setelah upaya membangun sepak bola industri berkembang seperti yang terjadi di Inggris. Mau dicoba? (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: