Menyingkap Situs Petirtaan Lereng Penanggungan (4): Jalur Kuno Menuju Puncak
Gunung Penanggungan memiliki nama kuno: Gunung Pawitra. Gunung yang dianggap suci bagi masyarakat era Hindu-Buddha. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-
HARIAN DISWAY - Situs Petirtaan Jolotundo ibarat setitik air dalam samudera yang luas. Samuderanya adalah kearifan lokal leluhur era Hindu-Buddha. Mereka memiliki keyakinan bahwa pusat semesta berada di Gunung Penanggungan. Di tiap lerengnya banyak ditemukan candi dan reruntuhan yang terserak.
Di depan situs Petirtaan Jolotundo, Trawas, Mojokerto, terdapat bangunan tertutup. Pintunya terkunci, jendelanya berbentuk jaring-jaring kawat. Di dalamnya terdapat puluhan arca. Ada arca Nandi, lembu tunggangan Siwa, arca Ganesha yang telah aus, juga arca-arca lainnya.
BACA JUGA: Menyingkap Petirtaan Lereng Penanggungan (5): Jolotundo di Barat, Belahan di Timur
Salah satu yang menarik perhatian adalah arca Bima. Pemujaan terhadap Bima telah lestari sejak lama dan berkembang pesat pada masa akhir Majapahit. Bima merupakan simbol keperkasaan, ketegasan, dan kejantanan.
Dalam arca Bima yang ada di berbagai candi, selalu memperlihatkan phallusnya. Sebagai simbol kejantanan laki-laki. Tapi, apakah arca-arca itu merupakan peninggalan dari Petirtaan Jolotundo?
Di lereng Gunung Penanggungan banyak dijumpai situs, potongan gerabah kuno dan arca. Menunjukkan kegiatan ritus pada masa lalu di tempat itu. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-
Saat Harian Disway ke tempat itu pada 31 Desember 2023, tak ada juru kunci atau penjaga. Salah seorang narasumber yang bisa berbicara tentang itu adalah Ki Bagong Sabdo Sinukarto. Ia merupakan ketua Forum Pamong Kebudayaan Jawa Timur (FPK-Jatim).
Dalam kiprahnya, FPK-Jatim giat merawat peninggalan bersejarah yang terserak di sekitar Gunung Penanggungan. Termasuk di Jolotundo. "Kalau tentang arca-arca itu, belum bisa dipastikan. Bisa dari Jolotundo, atau ditemukan di sekitar. Sebab, di Penanggungan banyak sekali tinggalan sejarah," ungkap Ki Bagong.
Seperti telah diceritakan dalam seri sebelumnya, Penanggungan merupakan gunung suci. Bahkan diyakini sebagai poros alam semesta. Mengacu pada kisah Samudera Mantana dalam kitab Tantu Panggelaran, Penanggungan merupakan potongan dari puncak Mahameru. Dibawa oleh para dewa dan asura untuk menyeimbangkan Pulau Jawa.
Maka posisinya adalah sakral. Reruntuhan Mahameru lainnya tersebar di Pulau Jawa, juga di sekitar Penanggungan. Pun, Gunung tersebut dikelilingi oleh delapan gunung lain di delapan penjuru mata angin.
Di sebelah utara terdapat Gunung Pulosari. Disebut pula sebagai Gunung Kelasa. Di timur laut terdapat Gunung Bromo dan Semeru. Di timur terdapat Gunung Welirang. Nama awalnya adalah Gunung Kemukus.
Pada arah tenggara terdapat Gunung Arjuna. Selatan terdapat Gunung Kawi. Di barat daya ada Gunung Kelud. Sebelah barat terdapat Gunung Wilis dan pada arah barat laut terdapat Pegunungan Wajak.
"Tentu leluhur kita pada masa silam sudah memahami konfigurasi itu. Maka, Gunung Penanggungan sejak dulu sudah disakralkan," ujar budayawan 60 tahun itu. Bahkan di bagian tengah gunung tersebut terdapat jalur kuno. Jalur itu melingkar, memutari tubuh gunung searah jarum jam.
Konfigurasi delapan gunung berdasarkan buku Arkeologi Pawitra. Kedelapan gunung dari delapan penjuru mata angin yang mengitari Gunung Penanggungan atau Gunung Pawitra. -HARIAN DISWAY-
Arah putaran itu disebut Pradaksina. Sebagai kawasan suci, para resi pada masa lalu memutari gunung tersebut. Melalui berbagai candi hingga sampai ke puncak. "Sebenarnya jalur kuno itu ada. Tapi sebagian besar sudah tertutup semak belukar dan longsoran," ungkapnya.
Fotografer Harian Disway Julian Romadhon, pernah melakukan pendakian ke Puncak Penanggungan. Ia sempat melihat langsung jalur kuno tersebut. Jalan setapak berupa tanah, yang tak panjang. Karena tertutup rerumputan dan tanaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: