Menyingkap Situs Petirtaan Lereng Penanggungan (4): Jalur Kuno Menuju Puncak
Gunung Penanggungan memiliki nama kuno: Gunung Pawitra. Gunung yang dianggap suci bagi masyarakat era Hindu-Buddha. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-
Tapi jika diperkirakan, jalur kuno itu memang bergerak dari Candi Sinta ke arah selatan. "Jalur pendakian yang sekarang memang lebih singkat. Tapi posisinya lumayan tegak. Sehingga agak melelahkan," ungkapnya.
Jalur kuno itu tercatat pula dalam buku Arkeologi Pawitra karya Agus Aris Munandar. Pendapatnya berdasarkan peta yang pernah dibuat oleh Van Romont. Dalam peta tersebut terkuak jalur-jalur jalan saling berpotongan menuju berbagai arah.
Di antaranya adalah jalan yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial untuk mengembangkan perkebunan kopi di Penanggungan. Ada pula jalur yang terbentuk oleh pendaki untuk menuju puncak.
BACA JUGA: Menyingkap Situs Petirtaan di Lereng Penanggungan (3): Gempeng bukan Hati Hancur
Agus menyimpulkan bahwa terdapat jalur kuno dalam peta tersebut. Rutenya memutar dari selatan-timur-barat. Jalur itu kini tak tampak lagi. Tapi rute itulah yang digunakan oleh para resi masa lalu.
Kumpulan arca yang ada di ruang penyimpanan Petirtaan Jolotundo. Terdapat arca Nandi, Bima, dan lain-lain. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-
Hal itu sejalan dengan ajaran para Brahmana. Bahwa resi yang ingin bertapa di gunung, maka harus berjalan pradaksina. Hingga sampai ke posisi swarloka atau alam tertinggi: puncak gunung.
Pradaksina tergambar pula dalam relief candi-candi sebagai representasi Mahameru. Tempat suci. Jika ingin melihat alur reliefnya, maka harus bergerak searah jarum jam.
Gunung Penanggungan memiliki konsep tri loka. Yakni pembagian antara alam bawah-tengah-atas. Disebut sebagai bhurloka-bhuwarloka-swarloka. Candi dan reruntuhannya banyak didapati di areal tengah hingga jelang puncak. Seperti Candi Lemari, Candi Siwa, Candi Triluko, dan sebagainya.
Sedangkan di bagian puncak, tidak ada candi. Melainkan hanya sisa-sisa batuan andesit yang berbentuk persegi. Seperti altar pemujaan. Julian pun melihat tinggalan arkeologis itu saat berada di Puncak Penanggungan.
"Hanya ada bidang-bidang datar. Seperti meja-meja panjang begitu. Banyak yang tak utuh. Tapi saya tidak menemukan bangunan seperti candi atau reruntuhan yang menyerupainya," ungkap pria 41 tahun itu.
Situs petirtaan merupakan sarana para peziarah untuk bersuci. Sebelum mereka beranjak menuju puncak. Tapi situs petirtaan di lereng Penanggungan bukan hanya Jolotundo. Masih ada situs Belahan. (Guruh Dimas Nugraha)
BACA JUGA: Menyingkap Situs Petirtaan Lereng Penanggungan (5): Jolotundo di Barat, Belahan di Timur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: