Menyingkap Situs Petirtaan Lereng Penanggungan (8): Terancam Runtuh

Menyingkap Situs Petirtaan Lereng Penanggungan (8): Terancam Runtuh

Arca raksasa memakan bulan, dan di sampingnya adalah lingga. Membuktikan bahwa Petirtaan Belahan adalah situs Siwa.-Ahmad Rijaluddin-

HARIAN DISWAY - Dinding bata merah Petirtaan Belahan menyimpan kisah sejarah. Sebagai jejak Hindu Saiwa di tanah Jawa. Tapi juga menyingkap ironi. Bahwa terdapat banyak retakan-retakan. Jika tak ada upaya pemeliharaan atau penguatan bangunan, maka situs itu berpotensi runtuh. 

Halaman Petirtaan Belahan, di tengah rerumputan pendek yang subur. Sedikit basah, sisa hujan dan percikan air dari arca jaladwara atau pancuran. Ki Bagong Sabdo Sinukarto, ketua Forum Pamong Kebudayaan Jawa Timur (FPK-Jatim) ada di halaman itu bersama Astono, juru pelihara dari BPK Pasuruan.

Mereka mengamati arca berukuran cukup besar. Bentuknya raksasa dengan mulut bertaring. Digambarkan sedang menelan seseorang. Seperti relief kisah Kala sedang menyantap bulan. Mitologi masa lalu untuk menerjemahkan fenomena gerhana.

BACA JUGA: Menyingkap Situs Petirtaan Lereng Penanggungan (5): Jolotundo di Barat, Belahan di Timur

"Arca ini seperti tanda kewaktuan. Mungkin situs ini dibangun saat terjadi gerhana bulan," ujar Ki Bagong. Di bawah arca tersebut terdapat tungku pedupaan. Beberapa sisa dupa tampak masih hangat.
Ki Bagong Sabdo Sinukarto, ketua FPK-Jatim memegang dinding belakang situs yang terdapat banyak retakan. Jika tak diantisipasi, situs tersebut bisa runtuh. -Ahmad Rijaluddin-

Dalam bahasa ilmu arkeologi, arca itu disebut Kronogram, atau penanda waktu. Sosok raksasa yang sedang menelan Dewa Chandra, atau dewa bulan. Menurut Asisi Suhariyanto, jurnalis sejarah, arca itu banyak diinterpretasikan sebagai Candra Sinahut Kala. Yakni 931 Saka, atau 1009 Masehi. 

"Maka banyak asumsi bahwa Petirtaan Belahan dibangun pada masa Raja Airlangga. Karena pada tahun itu Airlangga berkuasa di tanah Jawa," ujar pengampu channel YouTube ASISIchannel itu. 

Maka berbagai pendapat pun berkembang luas. Beberapa arkeolog yakin bahwa arca Wisnu mengendarai Garuda yang berada di Museum Trowulan, sebenarnya berasal dari Petirtaan Belahan. Airlangga kerap diwujudkan sebagai Wisnu. 

Namun, melihat ukurannya yang besar, tak mungkin arca itu berada di Belahan. Apalagi ditempatkan di relung tengah yang kosong. Justru ukuran yang lebih pas adalah arca raksasa memakan bulan itu.

Apalagi di tengah-tengah tubuh arca itu terdapat lubang yang tembus ke belakang. Seperti bagian dari jaladwara atau pancuran. Ukurannya pun lebih pas jika diletakkan di bagian tengah Belahan. Diapit oleh dua arca perwujudan Dewi Parwati. Sama-sama berfungsi sebagai jaladwara.

Agus Aris Munandar, dalam bukunya Arkeologi Pawitra, berpendapat bahwa situs Petirtaan Belahan dibangun pada masa Rani Tribhuwanotunggadewi, yang kerap diarcakan sebagai Dewi Parwati, istri Dewa Siwa.

Pendapat tentang kecenderungan Siwaistis itu diperkuat oleh relief di sisi kiri situs. Di situ terdapat guratan seperti sosok yang sedang mengintai. Itu mirip dengan kisah Raksasa Rahu yang mengendap-endap, hendak mencuri air tirta amerta atau air keabadian. Kisah tersebut ada dalam Siwa Purana. 

Jika bangunan Belahan masih utuh, sisi kanan bisa saja menggambarkan relief Rahu yang dikalahkan dengan cara dipenggal lehernya. 

Maka, bisa jadi bahwa arca raksasa itu bukan kronogram. Melainkan sekadar hiasan situs. Hiasan yang serupa dengan arca Kala memakan bulan lazim dijumpai di berbagai candi Hindu di Asia Tenggara. Namanya Kalakirtimukha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: