Deklarasi Perlawanan pada Buku Bajakan Disuarakan dari Yogyakarta

Deklarasi Perlawanan pada Buku Bajakan Disuarakan dari Yogyakarta

Deklarasi bertajuk Jogja Lawan Pembajakan Buku yang diselenggarakan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DIY digelar pada Senin, 22 Januari 2024. -IKAPI DIY-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Deklarasi anti buku bajakan datang dari Yogyakarta. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat masifnya buku bajakan sangat meresahkan penulis hingga penerbit. Pembajakan buku berpotensi mengancam dan mengebiri proses kreatif menulis. Padahal, penulis layak sejahtera dan dihargai.

BACA JUGA: Buku Perempuan Penjaga Hutan Dirilis Bareng Hari Pahlawan Nasional

Pembajakan hak cipta penerbitan buku juga merusak tatanan. Oknum tertentu kaya raya, diuntungkan dari kerja keras orang lain. Namun, semua itu tak bisa dilakukan satu dua pihak saja. Perlawanan terhadap pembajakan buku harus disuarakan secara bersama-sama dan masif.

Maka, diskusi publik bertajuk Jogja Lawan Pembajakan Buku yang diselenggarakan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DIY digelar pada Senin, 22 Januari 2024. Diskusi merupakan bagian dari gerakan perlawanan pembajakan buku.

Deklarasi Anti Buku Bajakan dilakukan di akhir acara. Sekaligus mengukuhkan posisi Yogyakarta dalam menolak pembajakan buku untuk literasi Indonesia yang lebih baik.

"Pelanggaran hak cipta merusak energi kreatif para pelaku perbukuan karena dunia penulisan menjadi tidak menarik sebagai bidang pekerjaan. Padahal sumbangsihnya besar dalam pembangunan bangsa," ujar Ketua IKAPI Pusat Arys Hilman Nugraha. "Para penulis saat ini mengalami kehilangan hak moral dan ekonomi atas karya mereka,” tegasnya.

BACA JUGA: Ilusi Buku Self Improvement

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nezar Patria mengatakan perkembangan teknologi memicu terjadinya pembajakan buku. Pengadaan buku awalnya secara konvensional lalu merambah ke versi digital.

Sehingga potensi pembajakan sangat tinggi. Namun, pembajakan buku secara fisik juga tak luput dari pembajak tak bertanggung jawab. Bahkan pembajakan ini terjadi secara global.

"Ada juga situs yang membagikan buku-buku bajakan secara gratis, gerakannya global. Situs ini sudah pernah ditutup oleh FBI tapi kemudian muncul lagi secara gerilya. Jadi ditutup, muncul lagi," jelasnya. 

Nezar menyebut bahwa sejak 2015 Kominfo sudah menurunkan 15.910 konten yang melanggar hak cipta di berbagai platform. Pemutusan akses berdasarkan aduan masyarakat dengan regulasi yang sudah diatur undang-undang. 

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY Kombes Idham Mahdi mengatakan ada landasan hukum yang menjadi dasar penegakan kasus pembajakan buku. Yakni berdasarkan Undang-Undang No 28/2014 tentang Hak Cipta.

"Memang berasal dari delik aduan. Tentunya yang mengadu ini adalah pihak-pihak yang merasa dirugikan terkait dengan produk yang dibajak," ujarnya.

Melalui aduan ini, maka penyidik mengambil langkah penyelidikan dan penyidikan. Kemudian meneruskan ke pihak kejaksaan dan diadili di pihak peradilan. (Wulan Yanuarwati).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: