Argiyan si Pembunuh yang Pembohong
Ilustrasi Argiyan si pembunuh yang pembohong. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Setelah puas, Argiyan kabur meninggalkan rumah. Di tengah pelarian, Argiyan kirim pesan WA ke ibundanya, Vina, yang sedang bekerja di mal di Depok, bahwa dirinya baru saja membunuh cewek.
Korban masih ada di rumah. Tujuan Argiyan kirim WA adalah pamitan kepada ibunda, bahwa ia bakal pergi lama. Lalu, Vina pulang mengecek mayat Kayla, kemudian lapor ke Polsek Sukmajaya, Depok.
BACA JUGA: Sesal Pembunuh Sadis
Kronologi memaparkan, Argiyan tidak hanya berbohong kepada polisi soal kronologi terkait motif. Tetapi, juga berbohong kepada korban, menjebak korban untuk diperkosa.
Dari buku Big Liars karya Christian L. Hart dan Drew A. Curtis, dipaparkan tentang pembohong. Buku tersebut diulas melalui wawancara yang dimuat di American Psychological Association (APA) episode 222, betajuk Speaking of Psychology: Can a Pathological Liar be Cured?.
Drew Curtis, guru besar psikologi di Angelo State University, Amerika Serikat (AS). Christian L. Hart, guru besar psikologi di Texas Woman’s University, AS. Wawancara terhadap mereka dilakukan wartawan APA Kim Mills. Inti wawancara berikut ini:
BACA JUGA: Pengutang Bunuh Penagih
”Hampir setiap orang berbohong, sesekali. Namun, bagi sebagian kecil orang, berbohong bukanlah sesuatu yang mereka lakukan sesekali, melainkan merupakan gaya hidup. Itulah pembohong patologis.”
Pertanyaan Kim Mills kepada duo profesor itu sangat detail. Namun, ada dua pertanyaan paling menarik, begini:
Mills: Bagaimana orang mengenali dan melindungi diri mereka dari pembohong patologis? Adakah tanda-tanda atau ciri-ciri kepribadian tertentu dari pembohong patologis?
Hart: Ini pertanyaan menarik. Anda benar, manusia adalah pendeteksi kebohongan yang buruk. Orang umumnya sulit mendeteksi lawan bicaranya yang berbohong. Orang menebak, apakah lawan bicaranya bohong atau tidak, bagai melempar koin. Hasilnya fifty-fifty. Bisa benar bisa keliru.
BACA JUGA: Korban Bunuh Gali Kubur Sendiri
Jadi, kita cenderung tidak waspada terhadap penipuan. Jadi, ketika kita melihat bagaimana orang mendeteksi kebohongan, kita tidak melihat seseorang terlihat curiga atau mereka menggerakkan tangan atau kaki mereka dengan gelisah.
Namun, kita justru mendeteksi orang berbohong dengan mendengar mereka mengatakan hal-hal yang bertentangan dengan informasi faktual yang sebenarnya kita ketahui.
Atau, kita mengetahui mereka berbohong dengan mengumpulkan informasi tambahan dari pihak ketiga. Atau, dalam beberapa kasus, pembohong kemudian merasa bersalah dan mengaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: