Renungan Harlah Ke-101 NU: Meneguhkan Gerakan Ekologis NU

Renungan Harlah Ke-101 NU: Meneguhkan Gerakan Ekologis NU

Ilustrasi Gus Mus. Renungan Harlah Ke-101 NU: Meneguhkan Gerakan Ekologis NU.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Di Thailand  dapat dipelajari bagaimana membangun bangsa tanpa pengemis dan pengamen jalanan. Di Singapura dan Kuala Lumpur kita bisa belajar bagaimana membangun fine city-garden city yang kini banyak ditiru Surabaya.

Di Australia kita bisa belajar bagaimana transportasi publik digratiskan sehingga warga negara dapat mendapatkan pelayanan sebagai pembayar pajak yang terhormat. Di Jerman, Swiss, Belgia, Belanda, Austria, Luksemburg, Perancis, dan lain sebagainya kita dapat belajar manajemen kota yang ramah lingkungan. 

BACA JUGA:Kutip Paus Fransiskus, Cak Imin Serukan Tobat Ekologis di Debat Cawapres, Apa Maknanya?

REFERENSI EKOLOGIS

Namun, jangan lupa belajar dari lambang NU. NU sejatinya telah memberikan pustaka. Setiap acara muktamar NU terdapat pesan ekologis yang semestinya dihayati secara tematik oleh nahdliyin

Lazim dalam harlah NU diselenggarakan rangkaian kegiatan pendahuluan. Harlah itu benar-benar sangat berarti bagi pembangunan karakter ke-Nusantara-an bangsa Indonesia. Harlah NU senantiasa saya pahami untuk kejayaan dan kemaslahatan Indonesia. 

Secara historis, NU tampil sebagai pemandu umat dan pemberi jalan cahaya  terhadap kekokohan NKRI. NU lahir tahun 1926 sebagai manifestasi pengawal ajaran ahlussunnah wal jamaah

NU hadir menjadi pengawal teologi yang diyakini mampu mengemban ajaran Islam yang berdurasi dalam lingkar ”catur moral”. Yaitu, tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan amar makruf nahi munkar (menegakkan kebaikan mengenyahkan kemungkaran).

Untuk itulah, keberadaan NU dipastikan tidak pernah membahayakan NKRI, termasuk secara ekologis, tetapi justru menjadi perekat keutuhan negara. 

Penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal yang digulirkan sejak muktamar di Situbondo 1984 dan berindonesia sebagai bentuk final bernegara yang digagas sejak muktamar di Banjarmasin 1936 adalah salah satu contoh betapa NU begitu penting dalam merawat stabilitas kenegaraan. 

Ke-Nusantara-an NU tidak perlu diragukan dalam membasuh dan membela Indonesia. NU tertantang mengimplementasikan rajutan ekonomi, sosial, dan lingkungan sebagai nilai dasar pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia.

NU hadir sebagai generator kebangsaan untuk mewujudkan masyarakat madani (civil society) di era kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) selama 1984–1999. Gerakan itu merupakan investasi terbesar NU bagi tata kelola pemerintahan yang demokratis. 

Perspektif ekologis menghendaki agar NU selalu menjadi peneguh pergerakan dalam kancah lingkungan. Muktamar NU di Cipasung, Tasikmalaya (1994), sudah mengkriminalisasi tindakan mencemarkan lingkungan hidup. Suatu keputusan yang sangat substantif dan protektif terhadap lingkungan. 

Perumusan hukum fikihnya masuk di ranah jinayat (kriminal) maupun ganti rugi sehingga secara yuridis memperkuat keabsahan hukum lingkungan nasional.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: