Carok dan Pergeseran Nilai di Madura (6): Bagaimana Perilaku Mulia Blater?

Carok dan Pergeseran Nilai di Madura (6): Bagaimana Perilaku Mulia Blater?

Berbincang tentang carok dan blater bersama Agung Wicaksono (kiri), Lestari Puji Rahayu (tengah), dan Mulat Nur Setyanto (kanan) di Rumah Batik Peri Kecil, Burneh, Bangkalan. -Julian Romadhon-HARIAN DISWAY

Syamdhuro pun mengenang masa lalunya ketika hidup dalam lingkungan Tanah Merah. Saat remaja ia masih menemukan blater yang memegang teguh nilai-nilai masa lalunya. Bahkan Syamdhuro terkesan dengan keramahan blater tersebut. "Sangat berbeda dengan orang biasa. Kalau blater asli, mengayomi," ujarnya.

Salah satu ketegasan yang pernah ia lihat dari sosok itu, terjadi ketika terdapat pemuda-pemuda di kampungnya yang berperilaku tidak baik. "Dipanggil sama Abah Blater. Lalu ditempeleng. Tapi setelah itu dinasihati. Bahwa kesombongan tidak menjadikan seseorang mendapat pengakuan, atau menjadi istimewa di mata masyarakat. Lalu anak itu diusap kepalanya dan ia bertobat. Menangis," kenangnya.

"Jadi, kalau sekarang ada orang yang disebut blater tapi tidak memahami esensinya itu disebut blater pagharan," sahut Faishal. Artinya, blater yang hanya tahu permukaannya tapi tak paham kedalaman nilainya. (Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: