Kalah Menang di Pemilu Itu Biasa

Kalah Menang di Pemilu Itu Biasa

Ilustrasi kalah menang di pemilu itu biasa.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

DI media sosial belakangan berseliweran kabar calon anggota legislatif (caleg) yang gagal mengalami depresi. Kabarnya aneh-aneh. 

Ada yang menarik kembali amplop serangan fajar melalui para relawannya. Ada juga yang menarik paving sumbangannya setelah tahu tak lolos.

Beberapa rumah sakit seperti berlomba menyediakan layanan khusus untuk para caleg yang mengalami depresi. Seakan pemilu menjadi sumber baru penyebab gangguan jiwa para politikus yang gagal. Kasihan untuk tidak menyebut menyedihkan.

BACA JUGA: Habis Pemilu, 40 Caleg Stres

Kebetulan saya beberapa kali pernah ikut pemilu. Sebagai peserta. Juga, menjadi tim sukses atau tim pemenangan. Hanya, tidak pernah menjadi calon anggota legislatif. Yang konon pertarungannya lebih brutal. Harus bersaing merebut simpati pemilih. Masih juga harus saling tendang antarcalon separtai.

Brutal? 

Ya. Sebab, dalam pileg setiap tahapan konon harus mengeluarkan uang. Ada tiga tahap seorang caleg harus melaluinya. Mencari suara, mendatangkan suara, dan menjaga suara. 

Semua tahap itu perlu biaya. Mencari suara perlu biaya kampanye. Mendatangkan suara juga biaya. Tujuannya, mereka yang sudah bersedia memilih mau datang ke tempat coblosan. Terakhir, menjaga suara agar tak hilang di tengah jalan.

BACA JUGA: Mahfud MD: MK Pernah Batalkan Pemilu Curang, Jangan Diartikan Penggugat Selalu Kalah!

Karena itu, saya tidak pernah mau setiap kali ditawari menjadi caleg. Siapa pun yang menawarinya. Ngeri duluan. Atau, lebih tepatnya ngeper sebelum berlaga. 

Sebagai peserta maupun tim sukses, saya pernah menang dan pernah kalah. Pernah menang saat bersama Pak Bambang D.H. berlaga dalam pemilihan wali kota dan wakil wali kota secara langsung untuk kali pertama. Ketika itu menang dan sempat ”menjerumuskan” saya sebagai wakil wali kota Surabaya.

Periode berikutnya berlaga dalam pilkada. Melawan the real incumbent alias petahana yang sesungguhnya. Melawan Bu Tri Rismaharini yang berpasangan dengan Pak Bambang D.H. sebagai wakilnya. Saat itu undang-undang masih membolehkan wali kota yang telah dua periode menjabat nyalon lagi sebagai wakil.

BACA JUGA: Pemilu Berlangsung Lancar, Gus Yahya Aktifkan Kembali Pengurus NU yang Sebelumnya Jadi Tim Sukses

Kalah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: