Hospitality Jamaah
ILUSTRASI hospitality jamaah.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
RASANYA Arab Saudi masih harus belajar tentang hospitality ke Indonesia. Berbagai infrastruktur memang telah berubah. Namun, soal satu itu baru terasa di sejumlah bagian saja. Belum merata ke semua lini dan bagian.
Bandara baru King Abdulaziz di Jedah, misalnya. Bandara yang selalu penuh sesak di musim haji dan ramai di bulan-bulan setelahnya itu baru terasa nyaman di sektor kedatangan. Di layanan keberangkatan belum banyak berubah.
Namun, barangkali ini hanya berlaku di terminal yang melayani maskapai asing. Bukan maskapai Saudia yang memang milik pemerintah Arab Saudi. Seperti umumnya di berbagai negara, maskapai yang menjadi flagship-nya selalu mendapat prioritas. Biasanya merajai terminal utama.
BACA JUGA: Jamaah Umrah Berangkat
Tahun lalu saya menggunakan Saudia untuk perjalanan ke Eropa. Selain karena kelas bisnisnya paling murah jika dibandingkan dengan maskapai lainnya, juga karena berniat transit untuk umrah. Saat itu sudah ada aturan, WNI yang masuk dari Eropa dan sejumlah negara bisa menggunakan visa on arrival. Jadi, tak perlu mencari visa umrah secara khusus.
Terminal Saudia baru selesai dibangun. Business lounge mewah. Juga, lounge untuk first class yang bersisihan. Business class di sisi kanan setelah pintu, sedangkan first class di sisi kiri. Mungkin karena saya hanya transit untuk penerbangan lanjutan ke Belanda, dipersilakan ke sisi layanan first class. Lebih lega dan tak banyak penumpang. Kamar mandinya lebih mewah.
Ketika transit, saya tak sempat bersinggungan dengan imigrasi. Baru setelah datang untuk umrah dari Jerman, harus melalui proses imigrasi. Seperti pengalaman Pak Dahlan Iskan masuk bandara di Jeddah, proses imigrasi berjalan cepat. Tidak lelet seperti dulu. Begitu penumpang masuk terminal, sejumlah petugas perempuan membantu mengarahkan penumpang ke tempat keluar.
BACA JUGA: 5.573 Jamaah Umrah Masih Nyantol
Saya langsung ke Makkah. Dengan sudah mengenakan pakaian ihram. Dengan miqat dari arah barat daya Kota Suci itu. Di atas Juhfah. Kebetulan saya naik Saudia yang memberikan informasi kepada penumpang 15 menit sebelum terbang di atas miqat. Berganti pakaian ihram, dua helai kain tanpa jahitan bagi laki-laki.
Imigrasi lancar. Menunggu bagasi langsung dijemput kendaraan yang saya pesan untuk ke Makkah. Perjalanan darat kurang lebih satu jam. Langsung menuju hotel yang saya pesan lewat aplikasi dua hari sebelumnya dari Bayern Muenchen, kota tujuan terakhir sebelum ke Makkah.
Check-in di hotel mulus dan cepat. Ada yang berubah. Meski saya sampai tengah malam, masih ada petugas perempuan di resepsionis. Sesuatu yang tak pernah terjadi sebelumnya. Sebelum era Raja Salman, tidak ada satu pun pekerja perempuan di tempat publik. Apalagi hotel.
Urusan hotel tak ada masalah. Malah saya ditawari untuk upgrade dari city view ke Ka’bah view. Hanya menambah SR 1.000 untuk tiga malam. Dari kamar itu, Ka’bah bisa langsung dilihat setiap saat. Hotel tersebut memang bagian dari Zamzam Tower yang ada jam besarnya. Yang langsung menghadap ke Masjidilharam.
Tahun ini saya umrah bersama rombongan. Dengan menggunakan maskapai nonreguler. Milik Lion Group. Saat kedatangan, tidak ada masalah. Pelayanannya cepat. Masih melalui garbarata. Yang terhubung langsung dengan layanan imigrasi yang telah berubah. Cepat dan lancar. Tidak bertele-tele seperti dulu kala.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: