Bukan Koalisi Gemuk, Prabowo Subianto Akan Bentuk Koalisi Gemoy
Capres Prabowo Subianto.--
Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai komposisi kabinet Prabowo-Gibran yang kemungkinan dilantik 20 Oktober akan lebih baik 50:50.
Itu artinya 50 persen dari parpol dan 50 persen dari teknokrat sehingga ada kesinambungan dalam membuat kebijakan. “Atau koalisi yang besar ini bisa juga agar kabinet dibentuk dengan komposisi 60 persen parpol dan 40 persen profesional,” tuturnya.
Dia menturukan bahwa kelak kabinet Pemerintahan akan ideal menunjuk orang teknokrat di posisi strategis seperti Menteri Keuangan.
Menurutnya, bendahara negara berlatar belakang profesional atau ahli dalam bidang itu memperkecil kemungkinkan konflik kepentingan.
“Memang idealnya harus dari teknokrat karena bertugas sebagai pengelola keuangan negara. Menteri dari parpol memiliki risiko lebih besar sebab ada konflik kepentingan di belakannya,” kata Ujang.
Ujang menilai sudah bukan rahasia umum lagi seorang kader partai yang diberi mandat sebagai menteri strategis kemudian justru menjadi sumber pencarian uang.
Berkaca dari yang sudah, menteri dari kader partai biasanya diminta sumbangan oleh parpol.
Sehingga disitulah kemudian terjadi praktik transaksi yang mengarah kepada korupsi.
“Sudah bukan rahasia lagi menteri dari parpol menjadi mesin ATM dan sumber pencarian dana untuk partai,” ungkap Ujang.
Apabila dipaksakan, imbuh dia, menteri dari partai bisa merepotkan pemerintahan bahkan terjadi kebocoran-kebocoran anggaran hingga adanya potensi korupsi besar-besaran.
Dosen politik dari Universitas Al Azhar Indonesia ini melihat menteri keuangan dari teknokrat, profesional atau ahli harus tetap dipertahankan di pemerintahan terpilih ke depan.
Menteri non-partisan ini cenderung bisa betul-betul bekerja untuk kepentingan presiden, bangsa dan negara, bukan untuk partai politik.
Ujang bertutur bukan menganggap kader parpol tidak dapat melaksanakan tugas menjadi Menteri Keuangan tetapi lebih baik menghindari konflik kepentingan tadi. “Banyak tokoh parpol yang punya kompetensi untuk menjadi bendahara negara tetapi akan memiliki konflik kepentingan yang amat tinggi. Sebagai kader parpol dia pasti akan mengutamakan partainya dan itu berbahaya,” tukasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: