Khasanah Ramadan (10): Takjil Penebar Persatuan

Khasanah Ramadan (10): Takjil Penebar Persatuan

SEMARAK RAMADAN: Riuh pasar Ramadan yang menjual aneka takjil. Suasana inilah yang menjadi salah satu wakah khas pada bulan puasa. Pembeli makanan berbuka puasa antusias berburu. Pedagang pun senang. --istockphoto

Pokoknya ada ubet untuk memakmurkan Ramadan. Pernak-perniknya telah mengajarkan banyak hal. Keberkahan memang dijanjikan Tuhan bulan Ramadan ini. Setiap yang terjadi tidak sia-sia bagi mereka yang mau berpikir (bukan berotak saja): Al-ladziina yadzkuruunallaaha qiyaamaw wa qu'uudaw wa 'alaa junuubihim wa yatafakkaruuna fi khalqis-samaawaati wal-ard, rabbanaa maa khalaqta haadzaa baatilaa(n), subḥaanaka fa qinaa 'adzaban-naar. 

Terdapat penegasan bagi orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka" (QS. Ali Imran: 191).

Beberapa hari lalu ada saudara sesama manusia terpukau dengan nikmatnya suasana berbuka puasa sambil melihat Ka’bah di televisi. Keindahan puasa dan sakralnya waktu menjelang berbuka di helatan Ramadan ternyata menyentuh nurani terdalam seorang muslim. 

Suasana berbuka selaksa gumparan indah. Inilah agama yang ajaran-ajarannya memikat siapa saja yang berkenan menjemput hidayah, bukan yang menampik  petunjuk, untuk selanjutnya hengkang. 

Saya percaya, kawan-kawan yang sedang jualan takjil atau meneliti khasanah Ramadan akan menghadirkan bukti betapa memesonanya ajaran ini. Pun saat menulis ini saya membaca Q.S. Al-An’am ayat 125: fa may yuridillaahu ay yahdiyahu yasyroh shodrohuu lil-islaam, wa may yurid ay yudhillahuu yaj’al shodrohuu dhoyyiqon harojang ka’annamaa yashsho’adu fis-samaaa’, kazaalika yaj’alullohur-rijsa ‘alallazina laa yu’minuun. 

Saya memahami bahwa siapa yang dikehandaki-Nya  mendapat hidayah, dadanya akan terbuka menerima Islam, dan barang siapa dikehendaki-Nya menghindar,  dadanya terasa sempit nan sesak, seakan-akan dia sedang mendaki ke tanjakan (langit). 

Demikianlah Allah menimpakan beban itu kepada orang-orang yang tidak beriman. Kepada sahabat penjual takjilan saya berbisik: ”jagalah iman sekaligus  menebarkan persatuan”. (*)

Oleh: Suparto Wijoyo, Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Unair dan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup-SDA MUI Jatim)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: