Khasanah Ramadan (15): Pemimpin Baru di Kala Ramadan

Khasanah Ramadan (15): Pemimpin Baru di Kala Ramadan

Prabowo Subianto dikabarkan akan terbang ke Tiongkok untuk mengadakan pertemuan dengan Xi Jinping-Foto/Istimewa-

Momen pemimpin nasional baru harus digunakan untuk merakit penyelenggaraan negara dalam semangat go-green. Episode yang berbasis lingkungan merupakan episentrum dalam setiap lini kehidupan politik. 

BACA JUGA: Khasanah Ramadan (13): Beruzlah Mencari Hening

Pemimpin baru mutlak menjadi ajang pengembangan green policy penyelamatan sumber daya alam nasional, dari perompakan kekayaan alam yang dibungkus melalui tradisi kontrak-kontrak hukum (kini dengan rezim perizinan). 

Pengerukan kekayaan tambang amat bersentuhan dan melibatkan korporasi transnasional yang acap kali jauh dari makna Pasal 33 UUD 1945. Kita mesti memiliki pakta integritas ekologia dari yang paling sederhana secara personal bahwa hasil Pemilu 2024 memiliki kemauan untuk berbuat ramah lingkungan.
Kehadiran pemimpin baru tentu selalu disambut berkeniscayaan dengan new hope. Semoga Indonesia makin maju. --

Rakyat harus dapat mengukur secara simplistik tentang kecerdasaan ekologis para pemimpinnya. Pemimpin baru saatnya disukseskan dengan tingkat kecerdasan yang komprehensif untuk mewujudkan good environmental governance.

Mayoritas dari kita selama ini memang mendeklarasikan diri cinta lingkungan meski ada yang mengkritik NATO alias no action, talk only. 

Untuk itulah hajatan pemilu lalu menjadi ajang menumbuhkan tidak hanya kecerdasan emosional dan intelektual serta spiritual. Tetapi juga kecerdasan lingkungan. 

Psikolog sekaliber Daniel Goleman (2009) menawarkan ukuran baru tingkah laku seseorang yang memiliki ecological intelligence. Lingkungan menjadi parameter sekaligus variabel penentu dalam mengambil sikap.

Orientasi ekologis adalah cermin pembulat kecerdasan emosional dan spiritual. Orang yang memiliki ecological intelligence akan memosisikan diri pada lingkungan secara ekosistemik yang terintegrasi dengan sikap hidupnya. 

Negara mesti ditata dengan mengarusutamakan kepentingan generasi mendatang. Lahan dan ruang terbuka hijau (RTH) jangan dialihfungsikan tanpa memperhitungkan pesan ekologis wilayahnya atas nama investasi dalam kerangka hadirnya pasar bebas. 

Sebagaimana dipesankan John Eade: suatu globalisasi pada dasarnya juga bermula secara implikatif dari local-national process penataan ruang kota. Pemerintah pusat dapat mengusung National and Local Wisdom Award  setiap tahun sebagai bejana penyelamatan lingkungan. 

Mengampanyekan gerakan sedekah oksigen, gerakan merawat bumi, petani anti pestisida, dasawisma lingkungan, dan Pos Kampanye Lingkungan di setiap RT, menggerakan kader lingkungan di setiap RW pastilah penting disemarakkan.

Ini bagian dari mata rantai membangun jejaring lingkungan dari perdesaan sampai perkotaan yang secara terpadu mengimplementasikan jiwa NKRI. 

Selamat menyambut pemimpin baru di tengah ibadah Ramadan. Semoga berkah bagi Indonesia maju. (*)

Oleh: Suparto Wijoyo, Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Unair dan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup-SDA MUI Jatim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: