Indonesia Menggugat

Indonesia Menggugat

ILUSTRASI Indonesia menggugat.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Demokrasi masih bertumbangan, tapi dengan cara yang berbeda. Sejak akhir Perang Dingin, sebagian besar kehancuran demokrasi bukan disebabkan para jenderal dan serdadu, melainkan oleh pemerintah hasil pemilu.

BACA JUGA: Merasa Dilecehkan oleh Produser American Idol, Paula Menggugat

Kami ingin demokrasi ini diselamatkan, kami mengingatkan kepada seluruh warga negara bahwa agenda reformasi tidak boleh dikangkangi dan semua harus dijalankan dalam koridor konstitusi. 

MK merupakan benteng terakhir untuk menjaga demokrasi di Indonesia supaya tetap berjalan dengan baik. Kami berharap betul MK menjadi benteng terakhir untuk memperbaiki semuanya itu.”

Kubu Prabowo-Gibran melalui pengacara flamboyan Hotman Paris Hutapea menyebut pidato gugatan Anies dan Ganjar sebagai narasi yang miskin data dan bukti. Sekali lagi, serangan terhadap Anies dilakukan secara ad hominem, serangan pribadi yang tidak mengarah kepada substansi masalah.

Menyebut pidato Anies sebagai narasi minim bukti adalah senjata lama untuk mendiskreditkan Anies yang selalu diasosiasikan sebagai pribadi yang pintar bernarasi, tetapi tidak bisa bekerja. Argumen semacam itu bukan sebuah argumen berkelas, melainkan sekadar argumen sekelas buzzer.

Narasi atau gagasan mempunyai kekuatan besar untuk mengubah sejarah. Narasi yang kuat akan melahirkan gerakan yang kuat untuk mengubah dan bahkan membongkar status quo. Tidak ada satu pun perubahan besar di dunia yang tidak diawali oleh sebuah gagasan. Semua revolusi besar dunia diawali oleh ide, gagasan, dan narasi.

Isaiah Berlin menyebut kekuatan ide dan gagasan sebagai pendorong utama prtistiwa-peristiwa besar dunia. Mulai Revolusi Prancis yang melahirkan nasionalisme, Revolusi Amerika yang melahirkan demokrasi liberal, sampai Revolusi Rusia yang melahirkan negara komunis.

Orang-orang yang tidak menghargai narasi dan ide ialah orang yang kering dan dangkal yang tidak bisa memandang fenomena di balik sebuah peristiwa. Hotman Paris dan kawan-kawannya hanya melihat pada data-data kuantitatif-positivistis tanpa mampu menangkap fenomenologi di balik peristiwa.

Kemerdekaan Indonesia dimulai dari gagasan. Para bapak bangsa Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka, HOS Tjokroaminoto, dan lain-lainnya memulai perjuangan kemerdekaannya dengan gagasan. Menghadapi kekuatan penjajah kolonial yang masif, mereka melawan dengan narasi.

Salah satu narasi besar itu disampaikan Bung Karno ketika diadili karena dianggap akan menggulingkan pemerintah kolonial. Pada 18 Agustus 1930, Soekarno membacakan pidato Indonesia Menggugat di hadapan pengadilan pemerintah kolonial Belanda. 

Indonesia Menggugat merupakan pidato pembelaan atau pleidoi Soekarno atas tuduhan hendak menggulingkan pemerintah Hindia Belanda. Soekarno membacakan pidato pembelaan tersebut dan menulisnya selama di penjara dengan menggunakan kertas beralas kaleng tempat buang air. 

”Pengadilan menuduh kami telah menjalankan kejahatan. Kenapa? Dengan apa kami menjalankan kejahatan, tuan-tuan hakim yang terhormat? Dengan pedang? Dengan bedil? Dengan bom? 

Senjata kami adalah rencana, rencana untuk mempersamakan pemungutan pajak sehingga rakyat Marhaen yang mempunyai penghasilan maksimum 60 rupiah setahun tidak dibebani pajak yang sama dengan orang kulit putih yang mempunyai penghasilan minimum 9.000 setahun. 

Tujuan kami adalah exorbitante rechten, hak-hak luar biasa dari gubernur jenderal, yang singkatnya secara perikemanusiaan tidak lain daripada pengacauan yang dihalalkan. Satu-satunya dinamit yang pernah kami tanamkan adalah suara jeritan penderitaan kami. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: