TITD Tay Kak Sie Semarang (2): Sejarah Wabah Malaria
Halaman depan TITD Tay Kak Sie. Kelenteng yang berdiri di Gang Lombok sejak 1771. -Julian Romadhon-HARIAN DISWAY
Rupang itu berhasil didatangkan dari Tiongkok. Saat itu, kapal mereka berlabuh di Dermaga Bong Lama (sekarang Kampung Melayu), Semarang. Kemudian dibawa dengan berjalan kaki menuju Tay Kak Sie.
Setelah berada di TITD dan dilakukan prosesi upacara penyucian, rupang Poo Seng Tay Tee dibawa berkeliling. Menyusuri tiap jalan di Semarang. Berhenti di setiap sudut rumah masyarakat Tionghoa.
Sehingga warga yang tak berani pergi ke TITD, dapat keluar rumah untuk berdoa di hadapan Poo Seng Tay Tee yang sedang diarak. Memohon kesembuhan serta supaya wabah dapat cepat berakhir.
"Boleh percaya boleh tidak. Setelah rupang Poo Seng Tay Tee diarak dan diletakkan di Tay Kak Sie, wabah berangsur-angsur mereda. Masyarakat mulai berani keluar rumah dan beribadah. TITD pun jadi ramai lagi. Cerita ini lestari secara turun-temurun," ujar pemilik nama Tionghoa Khoe Tjiang Wa itu.
Untuk mengenang proses kedatangan patung tersebut, dilakukan kirab napak tilas. Jadi, Tay Kak Sie memiliki dua agenda kirab tahunan. Kirab pertama mengarak rupang Dewi Kwan Im. Kirab kedua, arak-arakkan Poo Seng Tay Tee.
"Sebenarnya rutenya dari Tay Kak Sie menuju Bong Lama atau Kampung Melayu. Tapi di kawasan itu sekarang sudah sangat padat penduduk. Jadi tidak memungkinkan. Maka, lokasi tujuan kirab diganti ke Pantai Marina," terangnya.
Dekorasi naga dan para dewa di atap TITD Tay Kak Sie yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Kota Semarang. -Julian Romadhon-HARIAN DISWAY
Dalam menggelar prosesi kirab, Tay Kak Sie memiliki kekhasan. Itu yang membedakan TITD itu dengan TITD-TITD lainnya.
"Kami menggunakan tandu, menyertakan pasukan pengawal pusaka, juga pasukan pengawal kuda yang disebut Bhe Kun. Ciri khasnya, wajahnya dicoreng-moreng. Itu yang tak bisa ditemukan di TITD-TITD lain. Di situlah keunikan Tay Kak Sie," kata pria 42 tahun itu.
Setelah menceritakan sejarah Tay Kak Sie, Andre mengajak Harian Disway berkeliling. Secara keseluruhan terdapat 29 altar dalam TITD tersebut.
Keunikan lain, tempat pembakaran dupa berbentuk seperti botol labu dengan dua cekungan menggelembung. Bagian bawahnya terdapat bilik untuk memasukkan kertas-kertas kim cua.
Bangunan tersebut telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Kota Semarang. Dulu, TITD itu bernama Kwan Im Ting. Kemudian dipindahkan ke Gang Lombok karena membutuhkan tempat yang lebih luas untuk menampung umat.
TITD Tay Kak Sie pun jadi saksi bisu perjalanan sejarah Kota Semarang. Terutama kawasan Pecinan di situ. Tempat ibadah yang mengarungi masa demi masa, berbagai perjalanan waktu dan peralihan kekuasan silih-berganti.
Sejak era kolonial hingga saat ini. Warisan budaya arsitektural dan kultural yang tetap terawat dan perlu dijaga dengan baik. (Guruh Dimas Nugraha)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: