Sukuk Wakaf

Sukuk Wakaf

ILUSTRASI sukuk wakaf.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Hasil dari persewaan gedung justru bisa digunakan untuk memaksimalkan layanan kesehatan. Untuk membiayai pembangunan itulah, nazir menerbitkan sukuk yang disebut SLW. Kuponnya bisa menyesuaikan, komersial atau bisa kombinasi komersial-sosial sehingga cost of fund bagi nazir menjadi jauh lebih kecil. 

BACA JUGA: Potensi Pengembangan Aset Wakaf Melalui Instrumen Pasar Modal Syariah

SLW ini potensial untuk memproduktifkan tanah-tanah wakaf yang selama ini menganggur. Mekanismenya hampir sama dengan mekanisme penerbitan wakaf biasa. Hanya, penerbitnya adalah nazir wakaf. 

Sukuk linked waqf itu merupakan inovasi yang luar biasa. Sebab, jika berhasil diwujudkan, tanah wakaf yang sangat besar benar-benar akan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Aset wakaf di Indonesia memang sangat besar. 

Saat ini tanah wakaf yang tercatat di Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencapai 414 juta hektare. Sayang, sebagian besar hanya dimanfaatkan untuk makam, masjid, dan pesantren. Sebagian lagi menganggur. Jika bisa diproduktifkan, nilai ekonominya akan sangat besar dan mampu menyejahterakan umat Islam.

Seperti halnya CWLS, SLW juga diterbitkan ritel. Itu agar makin banyak orang yang bisa ikut berwakaf atau berinvestasi. Sebab, tren investasi terhadap surat berharga negara (SBN) –termasuk sukuk– oleh masyarakat Indonesia luar biasa. 

Dalam sepuluh tahun terakhir ini, misalnya, kepemilikan investor ritel dalam SBN meningkat luar biasa. SBN memang memiliki daya pikat luar biasa. Yang pasti aman, karena diterbitkan negara. Juga, jenisnya sangat beragam: obligasi ritel, sukuk ritel, saving bond ritel, dan sebagainya. 

Karena ritel, nominal investasinya kecil sehingga terjangkau. Selain itu, SBN menjanjikan kupon yang bersaing, pajak lebih rendah jika dibandingkan dengan deposito, banyak mitra distribusi yang mudah dijangkau, dan kemudahan teknologi untuk mengakses. 

Data di Kementerian Keuangan menunjukkan, kepemilikan SBN oleh individu tercatat sebesar 2,51 persen pada 2014 dan akhir 2023 7,71 persen. Naik 5,2 poin persen dalam sembilan tahun. Dari sisi nominal, kepemilikan SBN oleh individu pada 2014 hanya Rp 30,41 triliun dan tahun 2023 menjadi Rp 435,05 triliun. Naik 1.330 persen dalam Sembilan tahun.  

Jumlah investornya pun meningkat pesat dalam tiga tahun terakhir. Jika pada 2020  investor SBN 460.372, akhir  2023 naik menjadi 992.787. Tumbuh 115 persen dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun. 

Dari total investor SBN, sekitar 97,82 persen merupakan investor individu dan 2,18 persen sisanya merupakan investor institusi. Pesatnya investor ritel itu juga tak lepas dari  penerbitan SBN ritel yang mencapai Rp 147,4 triliun pada 2023.  

Bergairahnya masyarakat berinvestasi pada sukuk tersebut tentu harus ditangkap dengan inovasi-inovasi baru. Termasuk inovasi sukuk yang berorientasi sosial seperti CWLS. 

Mungkin juga inovasi-inovasi produk keuangan lain yang menguntungkan investor di satu sisi dan mendorong aktivitas sosial untuk mengatasi problem-problem sosial yang hingga kini masih sangat besar. (*)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: