Krisis Timur Tengah, Harga BBM dan Gas Ditahan Sampai Juni, Setelah Itu...

Krisis Timur Tengah, Harga BBM dan Gas Ditahan Sampai Juni, Setelah Itu...

ANTREAN sepeda motor yang mengisi Pertalite di SPBU Jl. M.T. Haryono di Jakarta.--Humas Pertamina

JAKARTA, HARIAN DISWAY – Serangan balasan Israel dan Iran makin menegaskan ketegangan konflik Timur-Tengah bakal berkepanjangan. Banyak negara ketir-ketir lantaran efeknya bisa memperburuk ekonomi global.

Setidaknya, ada tiga dampak konflik Timur Tengah terhadap perekonomian nasional yaitu kenaikan harga energi, melonjaknya ongkos logistik, dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD). Ketiga dampak tersebut menjadi konsekuensi perekonomian dan Iglobal.

Terbukti, nilai tukar rupiah terhadap USD juga melesat hingga Rp 16.265 per Jumat, 19 April 2024. Butuh waktu lama untuk kembali ke Rp 15 ribu. “Ya. Saya kira butuh waktu lama untuk kembali ke Rp 15 ribu,” terang Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto saat dihubungi, Jumat, 19 April 2024. 


Petugas depo menyiapkan elipiji 3 Kg untuk dikirim ke agen.--Humas Pertamina

Sebab, tensi geopolitik ke depan masih akan tinggi bahkan belum ada titik temu. Ini menimbulkan ketidakpastian global. Para investor pun melarikan dana mereka untuk aset yang lebih aman seperti dolar maupun emas.

BACA JUGA:Imbas Israel Serang Iran: Rupiah Makin Anjlok, Ongkos Impor Ugal-ugalan, Waktunya Investasi Emas

BACA JUGA:Iran Jatuhkan Tiga Pesawat Tak Berawak Israel, Klaim Daerahnya Aman

Rantai pasok ekonomi jelas akan terganggu. Lantas berakibat pada kenaikan harga atas komoditas impor. Termasuk bahan baku, minyak, maupun ongkos logistik. Hal ini juga memicu kenaikan harga pokok penjualan (HPP). 

Sehingga inflasi global bakal ikut naik. inflasi di Indonesia masih bisa dikendalikan sepanjang 2023. Bahkan sesuai dengan kerangka ekonomi makro yang disusun. Secara agregat hanya di angka 2,6 persen pada akhir tahun lalu.

Sementara sepanjang tahun ini diprediksi 2,5 persen plus minus 1 persen. Artinya, masih bisa ditoleransi hingga 3,5 persen. “Tapi, kenaikan harga komoditas impor akan memberikan sentimen negatif terhadap inflasi,” ungkapnya.


Truk tanki pertamina mengangkut elpiji untuk didistribusikan ke SPBE.--Humas Pertamina

Dampak lainnya juga bisa melebar. Salah satunya, tingkat suku bunga The Fed bakal cenderung ditahan. Padahal, sebelumnya, pasar sempat berekspektasi bahwa The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan.

Tentu saja, sambung Ajib, kebijakan moneter Bank Sentral Amerika itu menjadi patron dominan Bank Indonesia dalam membuat kebijakan moneter nasional. 

“Ketika tingkat suku bunga The Fed tinggi, akan terjadi potensi crowding out atau capital outflow sehingga semakin memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah,” terangnya. Sedangkan tingkat suku bunga tinggi akan mengurangi likuiditas keuangan di kegiatan perekonomian. Ini merupakan kondisi yang dilematis dari sisi moneter. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: