Holding Muhammadiyah, Waralaba Nahdlatul Ulama (NU)

Holding Muhammadiyah, Waralaba Nahdlatul Ulama (NU)

ILUSTRASI Muhammadiyah seperti holding company. Sedangkan menurut mantan Wapres Jusuf Kalla (JK), Nahdlatul Ulama (NU) mirip waralaba alias franchise.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Sementara itu, hubungan NU di bawah KH Yahya C. Staquf dengan PKB di bawah Muhaimin Iskandar seperti pacaran segitiga memperebutkan gadis cantik, yaitu konstituen NU.

Di bawah Yahya Staquf, NU tidak mau dikooptasi PKB sebagai sayap politiknya. NU ingin memainkan sendiri perannya sebagai organisasi Islam yang punya pengaruh politik besar. NU bertindak independen, tapi tetap dekat dengan rezim Jokowi dan Prabowo.

Perbedaan ubudiah NU vs Muhammadiyah sudah selesai. Usholli, kunut, dan tahlilan tidak lagi menjadi ladang persaingan yang sengit. Namun, persaingan ”sibling rivalry” (memakai istilah Sekum Muhammadiyah Abdul Mu’ti) akan tetap terjadi. Persaingan antara dua saudara yang berlangsung diam-diam dan sengit, tapi tetap disembunyikan. 

NU dan Muhammadiyah menempuh jalan sendiri-sendiri. Sebagai organisasi holding company, Muhammadiyah akan makin besar, profesional, dan kokoh melalui berbagai aktivitas amal usahanya. Karena itu, Muhammadiyah menolak konsesi tambang dari Jokowi.

NU adalah franchise yang makin melebarkan waralabanya. Siapa saja boleh masuk. Orang-orang awam merasa nyaman mengaku sebagai NU. Anggotanya makin banyak meski secara kualitas kalah oleh Muhammadiyah. Sebagai organisasi waralaba, NU memutuskan untuk menerima konsesi tambang sebagai peparing dari pemerintah. 

Dua-duanya sudah punya takdir jalannya masing-masing. NU tidak bisa menjadi holding company karena tidak punya sumber daya manusia. Muhammadiyah tidak akan membuka waralaba karena sudah punya standar operasi sendiri yang eksklusif dan tidak gampang dimasuki orang lain.

Dua organisasi besar itu tetap akan terlibat perang dingin persaingan berebut pengaruh politik dengan caranya masing-masing yang khas. NU lebih mesra dengan kekuasaan. Muhammadiyah menjaga jarak aman dari kekuasaan. (*)

*) Dosen ilmu komunikasi Unitomo, Surabaya

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: