Dulu Bunyi Pager Bikin Bangga, Kini Dimudahkan dengan Tracker
Ilustrasi penangkapan curanmor yang terjadi di kawasan hukum Polsek Sukolilo, Surabaya.-Julian Romadhon-
“Dulu, setiap pager berbunyi itu bikin kami bangga. Karena merasa dipercaya oleh korp,” jelas lelaki kelahiran 1962 tersebut. Bunyi pager itu seperti alarm ponsel lawas. Hanya dentingan nada pendek.
Bunyi tersebut adalah tanda ada pesan yang masuk dari atasan. Di layar langsung muncul tulisan digital. Menginformasikan jenis kasus yang sedang terjadi hingga titik nol tempat kejadian perkara (TKP).
Tidak semua anggota polisi memegang alat tersebut. Terutama karena memang kala itu harganya lumayan mahal. Kebetulan, saat awal bertugas di lapangan, Puguh termasuk yang dimandati memegang pager.
“Sering pas lagi nongkrong kayak gini tiba-tiba bunyi. Wah, ya langsung berangkat ke TKP. Semangatnya luar biasa saat itu,” tandas bapak tiga anak tersebut sambil memeragakan tangannya memegang pinggang.
Sebab, prinsipnya, dengan cepat bergegas maka makin “fresh dan pure” TKP. Informasi yang didapatkan dari kanan-kiri TKP juga makin mendekati akurat. Sehingga memudahkan untuk tahu konstruksi kejadian secara presisi.
Apalagi saat itu tidak ada teknologi CCTV maupun ponsel. Cara itu pun berlaku untuk semua kasus kriminal. Baik pencurian, perampokan, hingga pembunuhan. Puguh harus menggali informasi sedalam-dalam dan sedetail-detailnya dari orang-orang sekitar.
Misalnya, kasus pembunuhan misterius. Bagaimana caranya harus bisa mendapatkan identitas Mr X yang terduga pelaku. “Ya kita tetap harus uplek-uplek di TKP. Karena yakin ada sesuatu yang tertinggal semacam roh korban, pasti ada petunjuk,” kenangnya.
Tentu butuh waktu yang tidak sebentar. Tidak bisa didapat hanya sehari-dua hari. Bila hari ketiga tetap belum menemukan petunjuk, tak jarang Puguh kembali ke TKP. Menelusuri semua hal yang bisa mengungkap jejak pelaku.
Menurutnya, setiap pelaku kejahatan itu selalu akan menghindar. Punya kepekaan untuk selalu menjauh dari kejaran polisi. Semakin lama tak terungkap, maka makin punya inisiatif untuk menghilangkan jejak.
“Dulu kita modalnya semangat. Biasanya kalau tiga hari tidak ketemu, sudah panik, capek jenuh, pola pikir sudah nggak fresh. Kami cooling down lagi untuk mendatangi TKP lagi,” ujar Puguh.
Semua perjuangan memburu pelaku kejahatan itu masih tertancap kuat dalam ingatannya. Terutama sebelum teknologi secanggih sekarang. Puguh bahkan mengalami era transisi itu. Dari hanya menggunakan pager, handy talky, ponsel kuno, hingga ponsel pintar.
Sekarang, zaman sudah jauh berubah. Laporan netizen via media sosial juga kerap membantu aparat. Di sisi lain, pelaku kejahatan makin canggih. Perburuan Pegi Setiawan, misalnya. Pembunuh Vina Cirebon itu baru bisa tertangkap persis enam tahun setelah kasus terungkap. Setelah diangkat ke layar lebar. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: