Hujan Deras di Musim Kemarau, BMKG Tegaskan Bukan Anomali Iklim

Hujan Deras di Musim Kemarau, BMKG Tegaskan Bukan Anomali Iklim

Jembatan patah akibat banjir pasca hujan deras di Kabupaten Seram Barat, Maluku. BMKG menyatakan hujan deras di tengah musim kemarau di beebrapa wilayah Indonesia adalah fenomena yang wajar -BNPB-

JAKARTA, HARIAN DISWAY - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Menegaskan terjadinya hujan pada musim kemarau bukanlah anomali iklim.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati Kepada Badan Meteorologi, Klimatologi,dan Geofisika (BMKG) menjelaskan terjadinya hujan pada musim kemarau adalah hal yang normal. Menurutnya hal ini terjadi karena letak geografis indonesia yang berada pada dua benua yakni asia dan australia dan juga dua samudra samudra hindia dan pasifik.

“Letak geografis Indonesia yang berada diantara dua benua dan samudra menyebabkan indonesia memiliki dua musim berbeda, yakni musim hujan dan kemarau. Hal itu juga dipengaruhi oleh adanya angin monsun barat berasal dari Asia yang menyebabkan musim hujan dan Monsun timur dari Australia yang menyebabkan musim kemarau,” ungkapnya.

Dwikorita menjelaskan bahwa meski musim kemarau terjadi, Hal itu bukan berarti tidak akan turun hujan melainkan berkurangnya curah hujan kurang dari 50 mm per dasarian (sepuluh hari) dan terjadi minimal tiga dasarian berturut-turut. Namun musim kemarau di Indonesia tidak terjadi secara bersamaan tetapi setiap wilayah memiliki durasinya tersendiri.

BACA JUGA:Satgas Jamin Kawasan IKN Bebas Banjir Kala Ulang 100 Tahunan

Mantan Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut menuturkan bahwa terjadinya hujan di beberapa wilayah seperti Banten, Jawa Barat, Jakarta, dan Maluku dikarenakan adanya pergerakan atmosfer yang terjadi pada skala lokal. Pengaruh dari adanya fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Rossby Ekuatorial, dan Gelombang Kelvin ikut membuat terjadinya awan hujan.

“Beberapa hari terakhir, Awan hujan yang terbentuk pada sekitaran Indonesia bagian barat dikarenakan adanya aktivitas dari fenomena cuaca MJO. Kemudian pada periode 3 - 6 Juli 2024, gelombang atmosfer MJO, Rossby Equatorial, dan Kelvin aktif di Indonesia bagian tengah dan selatan,” terangnya.


BMKG memperkirakan hujan lebat disertai kilat dan angin kencang melanda sejumlah wilayah di Jakarta pada Senin, 8 Juli 2024-Dok.BMKG-

Dwikorita menjelaskan MJO memiliki perbedaan dalam skala ruang dan waktu pada musim kemarau. Apabila MJO hanya terjadi pada wilayah yang dilewati dan hanya berlangsung dalam hitungan beberapa hari atau minggu saja, maka sebagian wilayah di Indonesia akan mengalami musim kemarau selama berbulan-bulan.

Madden Julian Oscillation (MJO) ini dapat mempengaruhi pola perubahan cuaca dan dapat meningkatkan intensitas curah hujan meskipun dalam keadaan kemarau.

BACA JUGA:Musim Kemarau Tapi Masih Turun Hujan? Ini Penjelasan BMKG

“Daerah-daerah seperti Sumatera bagian selatan, Jawa (termasuk Jabodetabek), Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua bagian selatan mengalami kondisi atmosfer yang mendukung pembentukan awan hujan,” imbuhnya.

Dwikorita juga menyampaikan bahwa selain dari iklim dan pergerakan atmosfer, Kondisi topografi indonesia yang merupakan daerah pegunungan, lembah, dan banyak pantai, turut menjadi faktor dalam pengaruh tipe hujan dan keberagaman kondisi iklim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: