Tambang dan Marwah Ormas
ILUSTRASI tambang dan marwah ormas, khususnya Muhammadiyah.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
TERJAWAB sudah rasa penasaran banyak pihak soal sikap Muhammadiyah tentang tambang Minggu, 28 Juli 2024. Pada awal Juni 2024, NU telah lebih awal menyampaikan sikap penerimaan tentang pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan yang telah ditetapkan pemerintah melalui PP 25/2024. Sikap berbeda dikeluarkan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), yang memilih menolak tawaran tersebut sejak awal Juni 2024.
Peraturan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024 itu disikapi beragam oleh banyak pihak. Kalau dibaca berbagai pandangan tersebut, secara ekstrem terbelah dalam dua arus utama: menolak dan menerima. Meski, ada juga pandangan jalan tengah yang kompromistis, yaitu menerima dengan beberapa catatan kritis, baik dari aspek orientasi maupun tata kelola tambang.
BACA JUGA: Korporasi Tambang Cabang Ormas Keagamaan
BACA JUGA: Beking Tambang Rumit sampai Langit ke Tujuh
Yang menolak lebih banyak dilandaskan pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Sektor tambang yang berciri sebagai industri ekstraktif, yaitu mengambil langsung dari sumber daya alam, dinilai lebih banyak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Eksternalitas negatif dari industri ekstraktif seperti tambang lebih banyak mengedepan kalkulasi defisit ketika dikompensasi dengan nilai manfaatnya. Dalam banyak kasus, eksternalitas negatif akan menjadi beban masyarakat lokal dan kebermanfaatan ekonomi lebih dinikmati elite yang jauh dari lokasi.
Ormas keagamaan yang selama ini sebagai bagian dari pilar utama masyarakat sipil (civil society) diharapkan bisa menjadi garda depan pembelaan hak sipil terhadap berbagai kasus konflik tambang dengan masyarakat lokal. Ketika ormas justru terlibat langsung dalam bisnis tambang, dikhawatirkan peran pembelaan terhadap hak-hak sipil di sekitar tambang menjadi lemah.
BACA JUGA: Gibran pun Ngeri pada Beking Tambang
BACA JUGA: PP (Perusahaan Pertambangan) Muhammadiyah
Dalam skala yang lebih luas, pemberian hak pengelolaan tambang juga ditakutkan sebagai alat kooptasi negara melalui ormas keagamaan dalam beragam kebijakan publik yang lebih luas.
Sebaliknya, pihak yang sepakat dengan PP 25/2024 lebih menekankan paradigma afirmasi dan keadilan ekonomi. Ormas keagamaan dinilai sudah berjuang sejak masa kolonial dan terus berkhidmat bagi pembangunan hingga kini.
Ormas keagamaan juga diharapkan bisa menjadi role model tata kelola tambang yang lebih memperhatikan kelestarian lingkungan, relasi sosial yang lebih baik dengan masyarakat lokal, dengan tetap menjaga keberlangsungan bisnis (business sustainability).
BACA JUGA: Tok! Muhammadiyah Putuskan Terima Izin Tambang, Muhadjir Effendy Jadi Ketua Pengelola
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: