Muhammadiyah dan Kisah Tiga Monyet
ILUSTRASI Muhammadiyah dan kisah tiga monyet asal Jepang. Mereka bernama MIzaru, Iwazaru, Kikazaru. Masing-masing menutup telinga, mulut, dan mata.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
DALAM budaya Jepang dikenal sebuah kisah tradisional mengenai tiga monyet bernama Mizaru, Iwazaru, dan Kikazaru. tiga monyet itu mempunyai kekhasan masing-masing. Mizaru tidak mau melihat hal yang dianggap buruk atau jahat sehingga menutup mata. Iwazaru tidak mau berbicara hal-hal yang dianggap tidak berguna sehingga menutup mulut. Kikarazu tidak mau mendengarkan ocehan yang buruk sehingga menutup kuping.
Trio monyet tersebut menjadi kisah yang populer di Jepang dan dikaitkan dengan filosofi Buddha. Aksi tiga monyet itu merupakan tindakan untuk menjaga kebersihan jiwa dengan cara menghindarkan mata, mulut, dan telinga dari hal-hal yang buruk.
Dari kisah tiga monyet itu, muncul pribahasa dalam bahasa Inggris, see no evil, hear no evil, speak no evil. Pribahasa itu biasanya muncul bersama gambar tiga monyet masing-masing menutup mata, telinga, dan mulut.
BACA JUGA: Tok! Muhammadiyah Putuskan Terima Izin Tambang, Muhadjir Effendy Jadi Ketua Pengelola
Kisah tiga monyet itu dijadikan sebagai tamsil bagi siapa saja yang tidak hirau terhadap protes dan kritik pihak luar. Atau, dipakai sebagai upaya untuk tidak terpengaruh oleh opini dari luar. Caranya dengan menutup mata, telinga, dan mulut.
Tamsil itu tampaknya cocok bagi Muhammadiyah yang seminggu terakhir berada pada hot water, ’air panas’, dalam kasus penerimaan konsesi tambang dari pemerintah. Muhammadiyah mengambil keputusan jelas dan tegas. Yakni, menerima tawaran pemerintah untuk mengelola tambang.
Reaksi keras dari publik dan komentar pedas dari netizen tidak menggoyahkan keputusan Muhammadiyah itu. Banyak protes internal dan eksternal yang bermunculan, tetapi kafilah Muhammadiyah tetap berlalu tanpa menghiraukan gonggongan anjing.
BACA JUGA: PP (Perusahaan Pertambangan) Muhammadiyah
BACA JUGA: Musyawarah Izin Tambang Muhammadiyah di Yogyakarta Diwarnai Aksi Demonstrasi Penolakan
Muhammadiyah menjustifikasi keputusan itu dengan mengemukakan delapan poin hasil rapat pleno bertajuk ”Risalah Pleno Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Pengelolaan Tambang yang Ramah Lingkungan dan Kesejahteraan Masyarakat”.
Sekjen Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengeklaim bahwa Muhammadiyah telah melakukan kajian dan menerima masukan dari para ahli pertambangan, pakar hukum, majelis atau lembaga di lingkungan PP Muhammadiyah, pengusaha tambang, ahli lingkungan hidup, akademisi di perguruan tinggi, serta pihak terkait lainnya.
Setelah menganalisis seluruh faktor tersebut, Muhammadiyah memutuskan siap untuk mengelola IUP sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
BACA JUGA: Muhammadiyah Terima Izin Usaha Tambang, Suara Kader Internal Terbelah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: