Muhammadiyah dan Kisah Tiga Monyet

Muhammadiyah dan Kisah Tiga Monyet

ILUSTRASI Muhammadiyah dan kisah tiga monyet asal Jepang. Mereka bernama MIzaru, Iwazaru, Kikazaru. Masing-masing menutup telinga, mulut, dan mata.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Banyak yang berspekulasi bahwa because of motives yang mendasari keputusan itu adalah upaya membungkam kekuatan civil society dengan merangkulnya menjadi bagian dari korporatisme negara. Hal itulah yang menjadi keprihatinan banyak kalangan, internal maupun eksternal.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas memilih walk out. Pengurus Muhammadiyah Kalimantan Selatan –yang notabene paling paham mengenai permainan pertambangan– menyatakan tidak setuju. Amien Rais, mantan ketua PP Muhammadiyah, menyatakan kaget dan marah. Namun, Muhammadiyah bergeming dan tetap berlalu dengan keputusannya.

Sebuah poster protes yang kemudian viral berbunyi ”Dipisahkan qunut, disatukan tambang”. Poster itu menyindir Muhammadiyah yang selama ini beda dengan NU (Nahdlatul Ulama) dalam pelaksanaan kunut dalam salat Subuh. 

Perbedaan itu dianggap sebagai masalah furu’iyah, tetapi menjadi garis demarkasi yang memisahkan Muhammadiyah dengan NU. Namun, perbedaan itu ternyata bisa disatukan oleh konsesi tambang, yang sama-sama diterima NU dan Muhammadiyah.

Keputusan sudah diambil. Muhammadiyah berada pada titik point of no return, ’tidak bakal balik kucing lagi’. Muhammadiyah tidak menggubris suara-suara kritis itu. Muhammadiyah mengambil sikap seperti tiga monyet, ”see no evil, hear no evil, speak no evil”, tutup mata, tutup telinga, dan tutup mulut. (*)

*) Dosen ilmu komunikasi Unitomo, Surabaya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: