Jangan Remehkan Kemarahan yang Ada di Mana-Mana

Jangan Remehkan Kemarahan yang Ada di Mana-Mana

ILUSTRASI jangan remehkan kemarahan yang ada di mana-mana. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

JANGAN meremehkan kemarahan rakyat. Jangan kecilkan kemarahan mereka yang turun ke jalan. Jangan pula mengabaikan mereka yang teriak di media sosial

Memang tidak semua rakyat ikut unjuk rasa turun ke jalan di berbagai kota. Namun, sesungguhnya pikiran dan hati  mereka yang marah itu dirasakan pula oleh sebagian besar rakyat yang ada. Banyak yang muak melihat standar ganda elite politik di negara ini.

Rakyat melihat dan merasakan secara nyata. Keadaan hukum dan politik di negara kita telah direkayasa, dibuat mendahulukan kekuasaan keluarga penguasa. Mereka bicara seolah apa yang sedang terjadi itu demi kemajuan dan kebaikan bangsa.

BACA JUGA: Rakyat Marah

Padahal, sebenarnya rakyat bisa melihat dan merasakan, bahwa cita-cita negara dan bangsa untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia justru menjadi makin jauh dari fakta. 

Negara –dalam kultur Jawa– dimaksudkan untuk mewujudkan keadaan toto titi tentrem, gemah ripah loh jinawi atau negara yang aman, adil, dan makmur. Namun, ternyata di tangan penguasa yang oleh Bahlil disebut ”raja Jawa”,  keadaannya justru serba-penuh kepalsuan.

Itu wujud tampilan raja palsu. Aslinya lebih cocok disebut kéré munggah balé. Perilakunya palsu. Bukan berdasar filsafat Jawa yang hendaknya adil poromarto (adil bagaikan mengalirnya air di muka bumi). 

BACA JUGA: Marahi Pemabuk, Dituntut Setahun Penjara

Malah, perilakunya pongah, ”adigang, adigung, adiguna”. Yaitu, menunjukkan kekuasaannya lewat penggunaan kekuatan aparat negara. Menunjukkan kekuasaan dengan penggunaan kekuatan anggaran negara. Membiayai dan menggunakan influencer dan buzzer

Semua dimanfaatkan untuk kepentingan, kemuliaan, yang terkait kekuasaan pribadi dan keluarga.

Ucapan di bibir berbeda dengan perbuatan yang nyata. Tampilan di muka berbeda dengan kenyataan di belakangnya. Bicara pembangunan negara, tapi ternyata ada kepentingan untuk oligarki, kroni, dan keluarganya. 

Padahal, mereka bisa berkuasa karena adanya sistem demokrasi dan oportunitas yang adil. Namun, keadaan itu justru dirusak dan diacak-acak. Konstitusi dan regulasi diabaikan, bahkan diubah, direkayasa dengan politik tanpa etika. 

BACA JUGA: Kesaksian Berubah, Hakim Marah

Semua itu ditujukan tak lain untuk agenda politik memuluskan dinasti kekuasaan anak-anaknya, yang sesungguhnya tidak sesuai aturan yang ada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: