KPBU PJU Pintar, Bukan Utang: Telaah Kritis Pelayanan PJU Pintar Ponorogo dengan Skema KPBU

KPBU PJU Pintar, Bukan Utang: Telaah Kritis Pelayanan PJU Pintar Ponorogo dengan Skema KPBU

SALAH satu penerangan jalan umum di Kabupaten Ponorogo. KPBU PJU pintar ini bukan utang terhadap pihak swasta.-KOKOH PRIO UTOMO UNTUK HARIAN DISWAY.-

BACA JUGA: Polres Ponorogo Ungkap Pembunuhan yang Direkayasa Kecelakaan

Skema pembayaran yang dikompensasikan atas layanan yang telah diberikan oleh PT Dohwa itu adalah availiability payment (AP). Yakni, suatu skema pembayaran yang hanya akan dibayarkan jika layanan yang diberikan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. 

Atas penyediaan serta kewajiban pelayanan yang telah diberikan PT Dohwa tersebut, Pemkab Ponorogo akan membayarkan Rp 15 miliar per tahun kepada PT Dohwa sesuai layanan yang telah diberikan. Apabila pelayanan tidak sesuai yang diperjanjikan, akan dilakukan pengurangan pembayaran.

Saya akan berikan ilustrasi sederhana untuk memberikan pemahaman bahwa skema KPBU PJU mampu memberikan value for money secara lebih jika dibandingkan dengan metode konvensioal. Penjelasannya seperti ini:

Pengadaan PJU ini seperti kebutuhan tukang ojek untuk beli motor. Kalau mampu beli cash, ya monggo beli cash langsung. Motornya lalu bisa digunakan untuk mencari uang. Kalau tidak mampu beli cash, ya kita dapat membeli motornya dengan cara mencicil agar bisa bekerja. 

Tentu harga cicilan terasa lebih mahal daripada cash karena ada hukum-hukum ekonomi di dalamnya. Namun, kalau tidak membeli motornya, kita tidak bekerja dan uang hasil kerja ini dipakai untuk bayar cicilan. Nah, skema KPBU PJU juga sama. 

Penghematan dan pertumbuhan ekonomi (value for money) yang ditimbulkan karena adanya PJU itu menjadi modal untuk membayar cicilan. Terlebih, untuk KPBU tersebut, perawatan dan operasionalnya dijamin badan usaha.

Wacana menyesatkan lainnya yang beredar adalah pemahaman bahwa Rp 15 miliar jika dikerjakan pemda sendiri untuk pengadaan PJU akan mampu menambah jumlah titik PJU yang lebih banyak. 

Bisa jadi logika itu benar. Namun, coba dipertimbangkan lagi bahwa dengan penambahan PJU yang diadakan sendiri oleh pemkab, tentu juga akan menambah beban pembayaran biaya tagihan listrik ke PLN, biaya perawatan, dan biaya-biaya lainnya. 

Faktor-faktor tersebut biasanya luput dari perhitungan ketika pengadaan infrastruktur yang dilakukan pemerintah secara mandiri justru membebani APBD. Yang terjadi adalah seperti sekarang ini, dengan jumlah eksisting PJU, ternyata pemerintah juga belum mampu meng-cover biaya pemeliharaan yang optimal. 

Itu terbukti dengan banyaknya kebocoran pembayaran rekening listrik ke PLN dan titik-titik PJU rusak yang tidak bisa segera dilakukan perbaikan. Menjadi suatu keanehan bahwa wacana Rp 15 miliar pengadaan PJU oleh pemerintah baru muncul sekarang, ketika skema KPBU unsolicited telah masuk Pemkab Ponorogo. Mengapa tidak sejak dahulu dilakukan pengadaan Rp 15 miliar tersebut? 

Ada apa di balik ini? Jika ini dianalogikan dengan ilustrasi membeli motor kredit atau cash seperti di atas, sama juga dengan kesanggupan membeli motor cash tetapi tidak sanggup membeli bensin dan perawatannya. Atau, seperti logika bahwa sang tukang ojek memiliki uang, tetapi tidak untuk dibelikan motor, tetapi justru malah untuk belanja konsumtif lainnya.

Inisiasi kerja sama Pemkab Ponorogo dengan PT Dohwa ini sudah memakan waktu hampir setahun. Jika ini tidak segera ditindaklanjuti, dikhawatirkan akan berdampak pada iklim investasi di Ponorogo yang menjadi tidak kondusif. 

Padahal, sudah ada contoh keberhasilan lainnya tentang kolaborasi dan pelibatan pihak swasta di Ponorogo. Salah satu yang bisa dijadikan best practice ialah pembangunan TPST-TPA (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu-Tempat Pembuangan Akhir) Mrican. 

Isu lainnya yang juga salah kaprah dipahami adalah kegiatan KPBU ini seolah-olah dipaksakan bahwa PT Dohwa yang akan mengerjakan pengadaan PJU. Padahal, belum tentu nanti yang mengerjakan adalah PT Dohwa. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: