Menyambut Pemerintahan Baru Prabowo-Gibran (1): Politik: Arisan dan Takdir

Oleh karena itu, buat saja kesepakatan antarelite parpol, siapa yang jadi capres-cawapres. Tidak perlu berjibaku dengan keringat dan kampanye yang melelahkan. 

Itulah gambaran ekspresi kekecewaan dari relawan dan pemilih fanatik setelah Pilpres 2019.

BACA JUGA: Draf Susunan Kabinet Prabowo-Gibran Beredar di Medsos, Begini Tanggapan Gerindra

BACA JUGA: Hasil Muktamar ke-6: PKB Resmi Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Lalu, sebenarnya seperti apa menyikapi perpolitikan demikian? Apakah parpol pengusung capres-cawapres yang kalah perlu bergabung ataukah menjadi oposisi? 

Umumnya, para petinggi parpol yang jagonya kalah memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti ”politik karet” yang memiliki sifat elastis untuk mencari posisi-posisi yang menguntungkan. 

Misalnya, mendekat pada lingkaran kekuasaan (bergabung), sebagian memosisikan sebagai oposisi agar tetap ada keseimbangan. Semua sikap yang diambil memiliki argumentasi dan penuh risiko. 

Akan tetapi, yang pasti, semua yang ikut kontestasi dalam pilpres, yang kalah harus menunjukkan sikap sportif, berjiwa besar, bijaksana. Bagi yang menang, jangan jemawa.

BACA JUGA: Bamsoet Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres Terpilih Dalam Sidang Tahunan MPR 2024

BACA JUGA: Ketum PPP Temui Prabowo, Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

ARISAN DAN TAKDIR

Pilpres 2024 diikuti tiga pasangan calon (paslon). Yaitu, Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud. Bagaimana sosok tiga paslon tersebut? 

Mereka adalah tokoh yang dijadikan cermin dan teladan bagi bangsa Indonesia, terlepas dari pro dan kontra. 

Takdir Tuhan telah menentukan di antara sebagian paslon, dalam hal ini Prabowo-Gibran, diberi amanah menjadi presiden-wakil presiden. Sebagian paslon lainnya belum diberi amanah.

Pilpres dan pemilu legislatif telah selesai, sedangkan pemilihan kepala daerah (pilkada) sedang berlangsung sesuai tahapan yang telah dijadwalkan. 

Sumber: