Tanpa Ismael Bennacer, AC Milan Goyah di Serie A dan Liga Champions

Tanpa Ismael Bennacer, AC Milan Goyah di Serie A dan Liga Champions

Paulo Fonseca saat masih memimpin Losc Lille musim lalu--Twitter Fabrizio Romano @FabrizioRomano

Tijjani Reijnders, di Serie A, bermain 5 kali sebagai gelandang bertahan, sekali sebagai gelandang serang, dan sekali sebagai gelandang tengah. Di Liga Champions, ia bermain dua kali sebagai gelandang serang, sementara di timnas ia telah bermain 17 kali sebagai starter (10 kali sebagai gelandang tengah dan 7 kali sebagai gelandang serang).

Dua pemain tersebut sering mengisi posisi gelandang bertahan dalam formasi AC Milan. Faktanya, pola 4-2-4 kini ditinggalkan sementara waktu. Pola baru 3-2-1-4 ala Fonseca lebih sering menghiasi permainan Milan.

Theo dan Calabria, yang sering melaju di koridor sayap saat Bennacer masih ada, kini lebih sering bergerak ke tengah untuk membantu Fofana, dengan Theo yang secara khusus bertindak sebagai inverted fullback. Sayangnya, hal ini membuat dukungan terhadap serangan berkurang.

Perubahan ini juga membuat penyerang tengah bermain lebih sejajar dengan Christian Pulisic yang ditempatkan sebagai second striker. Rafael Leao di sisi kiri harus turun membantu pertahanan di koridor sayap karena Theo bergerak lebih ke tengah.

Saat lawan menyerang balik memanfaatkan lebar lapangan, bentuk tiga bek yang simetris meninggalkan banyak ruang kosong di antara mereka. Dulu, ketika transisi negatif terjadi, AC Milan masih bisa mengandalkan kecepatan Bennacer untuk turun mengisi ruang kosong di antara bek tengah, menjaga stabilitas lini belakang.

Manajemen klub sempat melirik pemain muda dari proyek Milan Futuro yang dipimpin Daniele Bonera. Pola permainan anak asuh Bonera di Serie C Grup B memiliki kesamaan taktik dengan Fonseca.

BACA JUGA:AC Milan vs Lecce 3-0, Paulo Fonseca: Kaget Kan Rossoneri Berubah?

BACA JUGA:Legenda Inter Milan Ungkap Masalah Nerazzurri Saat Kalah dari AC Milan, Kalah Mental!

Sayangnya, performa Milan Futuro di Serie C masih belum stabil. Usia para pemain yang masih di bawah 20 tahun mempengaruhi mentalitas dan kepercayaan diri mereka. Proyek Milan Futuro baru dimulai tahun ini, sebelumnya tim ini hanya bermain di kompetisi Primavera.

Mumpung masih ada jeda internasional, Fonseca memiliki waktu untuk melakukan evaluasi dan membangkitkan kepercayaan diri para pemainnya.

Pemain yang jadi titik krusial adalah Fikayo Tomori, bek tengah yang tampil sangat impresif sepanjang musim 2021-2022 sehingga AC Milan sukses menjuarai Serie A di akhir musim tersebut.

Namun, performa Tomori terlihat menurun setelah itu. Berikut statistiknya musim ini:

  • Persentase sukses tekel: 87,5%
  • Persentase kemenangan duel darat: 65,5%
  • Persentase kemenangan duel udara: 58,3%
  • Rata-rata rating permainan di Serie A: 6,68

Rating terbaiknya terjadi di laga Derby Milan (7,2) dan saat melawan Lecce (7,3). Namun, rating terburuknya terjadi di Liga Champions melawan Liverpool (6,1), meskipun ia tampil lebih baik saat melawan Bayer Leverkusen (6,9).

Sejak didatangkan dari Chelsea pada musim 2020-2021, performa Tomori stabil dengan rata-rata rating 7,0, sempat naik menjadi 7,1 setahun kemudian, namun menurun kembali menjadi 7,0 musim lalu.

Fonseca akan terus menghadapi masalah non-teknis ini jika tidak segera diurai. Mumpung masih jeda internasional, Fonseca harus lebih terbuka dengan para pemainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: