Pengakuan Dekan Atas Pembekuan Pengurus BEM FISIP Unair: Betul, Karena Sudah Viral

Pengakuan Dekan Atas Pembekuan Pengurus BEM FISIP Unair: Betul, Karena Sudah Viral

Dekan FISIP Unair Prof Bagong (kiri), Presiden BEM FISIP Unair Tuffahati Ulayyah.-Vincentius Andito Dwijaya Bhakti-Harian Disway -

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Pembekuan tiga pengurus BEM FISIP Unair menarik perhatian publik hingga viral di media sosial. Ini buntut pemasangan karangan bunga selamat.

Karangan bunga ini dipasang oleh Kementerian Politik dan Kajian Strategis BEM FISIP Unair d8 Taman Barat Kampus Unair B, Selasa, 22 Oktober 2024 lalu.

Tiga hari setelah pemasangan, Dekanat membekukan pengurus BEM FISIP Unair. Alih-alih mereda, sikap dekanat justru membuat publik semakin panas.

Mengetahui kehebohan yang terjadi, dekanat bergegas mengadakan pertemuan dengan tiga pengurus BEM FISIP Unair yang dibekukan sepihak, Senin, 28 Oktober 2024.

BACA JUGA:Setelah Mediasi, Dekanat Cabut Pembekuan Pengurus BEM FISIP Unair

Kabar baiknya, seusai pertemuan tertutup selama kurang lebih satu jam itu, Dekan FISIP Unair Prof Bagong Suyanto menyampaikan bahwa pembekuan resmi dicabut.

"Kami sudah berbicara dari hati ke hati. Intinya, detik ini juga Dekanat akan mencabut SK Pembekuan Kepengurusan BEM FISIP Unair," tuturnya. 

Prof Bagong tak menampik bahwa keputusan Dekanat untuk membekukan pengurus BEM FISIP Unair, lantaran karangan bunga yang dipasang membuat heboh di media sosial.

Alasan lain Dekanat segera mengirim surat pemberitahuan pembekuan sementara karena bertepatan dengan akhir pekan, sehingga tidak bisa bertemu pengurus BEM fakultas.

"Betul, karena sudah viral. Seumpama kemarin tidak hari libur, mungkin tidak perlu ada surat ya, sudah bisa segera ketemu (pengurus BEM, Red)," imbuhnya.


Karangan Bunga Prabowo-Gibran yang dibuat BEM FISIP Unair.--Dok. BEM FISIP Unair

Guru besar Sosiologi tersebut mengaku keberatan dengan diksi di dalam karangan bunga. Terlebih diksi 'bajingan' yang dinilai tidak beretika dan tak sesuai kultur pendidikan.

Sebagai pimpinan fakultas, Prof Bagong tentu saja merasa khawatir. Namun, ia tak bisa tinggal diam, membiarkan karangan bunga yang viral begitu saja.

"Saya tidak mau seolah-olah membiarkan pelanggaran etika akademik yang terjadi, karena hate speech itu sesuatu yang tidak benar secara politik," tandas Bagong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: