Alumni Unair Kritik Pembekuan BEM FISIP: Keputusan Emosional
Dekan FISIP Unair Prof Bagong Suyanto (kemeja putih) saat memberikan keterangan seusai bertemu dengan pengurus BEM Fakultas, Kampus B Unair Surabaya, Senin, 28 Oktober 2024.-Vincentius Andito Dwijaya Bhakti-Harian Disway -
SURABAYA, HARIAN DISWAY – Alumni Universitas Airlangga (Unair) menunjukkan reaksi keras terhadap pembekuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP Unair oleh dekanat setelah organisasi mahasiswa tersebut mengirimkan karangan bunga satir untuk Prabowo-Gibran.
Didik Sasono Setyadi, pendiri sekaligus Ketua Dewan Pembina Keluarga Alumni Universitas Airlangga (Kalingga), menyebut keputusan tersebut sebagai tindakan emosional.
Didik mengungkapkan bahwa meski mahasiswa juga merasakan emosi, pembekuan BEM FISIP tidak seharusnya menjadi solusi.
"Ada perasaan marah, dendam, dan kecewa di hati anak-anak BEM FISIP terkait hilangnya senior mereka, Herman Hendrawan dan Petrus Bimo Anugerah, yang hingga kini nasibnya tidak jelas," ujarnya dalam keterangan pers pada Kamis, 31 Oktober 2024.
BACA JUGA:BEM FISIP Unair Kena Serangan Siber, Tuffa Cs Makin Kokoh!
BACA JUGA:BEM FISIP Unair Dibekukan, Ini Respons Tegas Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
Dia menambahkan bahwa ungkapan emosional mahasiswa ini sebenarnya memiliki akar yang dalam, terkait dengan pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.
"Namun, cara mereka melampiaskan ini dianggap tidak beretika. Pembekuan BEM malah bisa memperburuk situasi," imbuhnya.
Didik menegaskan bahwa aksi BEM FISIP Unair bukan tanpa alasan. Banyak kasus pelanggaran hukum di Indonesia yang belum dituntaskan, yang memicu mahasiswa untuk mengungkapkan kekecewaan mereka melalui karangan bunga tersebut.
Menurutnya, jika hukum tidak dipakai dengan baik untuk menyelesaikan masalah, maka akan ada reaksi dari mereka yang merasa tidak puas. "Jika hukum diabaikan dari etika, maka pembalasan yang tidak beretika bisa terjadi," ucap alumni Fakultas Hukum Unair ini.
BACA JUGA:Makin Solid! BEM FISIP UWKS Bela BEM FISIP Unair Soal Karangan Bunga untuk Prabowo-Gibran
Didik, yang juga mantan aktivis GMNI, menekankan pentingnya menghormati hukum dan etika. "Semua peristiwa yang tidak dianggap melanggar hukum belum tentu tidak melanggar etika," pungkasnya.
Kritik ini menjadi sorotan penting dalam konteks hubungan antara mahasiswa dan pihak kampus, serta bagaimana etika dan hukum seharusnya diperlakukan dalam menyelesaikan konflik. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: