Surabaya, Kota Revolusi dan Jebakan Rutinitas

Surabaya, Kota Revolusi dan Jebakan Rutinitas

ILUSTRASI Surabaya, Kota Revolusi dan Jebakan Rutinitas.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Ibarat sebuah kalimat, kita butuh koma untuk berhenti sejenak mengambil napas sebelum mengakhirinya dengan titik. Kita butuh perenungan dan evaluasi sudah seberapa jauh langkah kaki kita berjalan membangun negeri ini.

Persoalannya adalah peringatan tersebut cenderung menjadi aktivitas rutin yang sarat seremoni sehingga makna di baliknya menjadi hilang dan hambar. Satu hal, misalnya, yang perlu mendapat perhatian serius adalah nasib para veteran pejuang. 

Masih segar dalam ingatan, pada Peringatan Kemerdekaan Ke-77 Republik Indonesia, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menjanjikan kehidupan yang layak bagi para veteran. Pertanyaannya, sudahkah janji tersebut terealisasi dengan baik? 

Perbaikan nasib para veteran menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi masyarakat tentu dapat mengambil beberapa peran untuk membantu hidup yang layak bagi para pejuang tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain, pertama, membangun sebuah komunitas ”sahabat veteran”. 

Komunitas itu dapat mendampingi para veteran untuk mengurus masalah kesehatannya, mengunjungi kediaman, dan menghibur mereka. 

Kedua, komunitas dapat mengorganisasi kegiatan berupa ”veteran goes to school/campus” yang bertujuan menanamkan nilai-nilai juang kepada generasi muda. 

Ketiga, komunitas dapat melakukan fund rising untuk kepentingan bedah rumah para veteran agar memiliki hunian yang layak. Kegiatan penggalangan dana dapat berupa pameran foto perjuangan dan konser musik yang di dalamnya terdapat kegiatan donasi. 

Keempat, bekerja sama dengan perguruan tinggi, komunitas dapat melakukan kegiatan riset tentang aspek-aspek perjuangan para veteran yang selama ini belum ditulis. 

Tim dapat juga melakukan perekaman (oral history) pada para veteran yang masih sehat dan masih memiliki ingatan yang baik. Hal itu penting dilakukan lantaran kita berkejaran dengan kesehatan dan usia mereka. 

Selain beberapa aktivitas yang disebutkan di atas, masih banyak hal yang dapat dilakukan agar kita tidak terjebak pada rutinitas peringatan yang membosankan serta membuang tenaga dan dana. 

Sebaliknya, sejumlah kegiatan produktif dapat dilakukan tanpa kita kehilangan esensi dari sebuah peringatan seperti yang disebut oleh Bung Karno, yakni mewarisi budi pekerti para pahlawan, yakni budi-pekerti membela, mengabdi, budi-pekerti aku untuk-umum, dan budi-pekerti sedia berkorban. (*)


*)Sarkawi B. Husain adalah pengajar di Departemen Sejarah, Fakutas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: