Surabaya, Kota Revolusi dan Jebakan Rutinitas

Surabaya, Kota Revolusi dan Jebakan Rutinitas

ILUSTRASI Surabaya, Kota Revolusi dan Jebakan Rutinitas.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Antara Harta dan Vonis Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik

BACA JUGA:Narasi dari Balik Kampung Kota Peneleh, Surabaya

Mereka yang menyerahkan diri harus mendatangi penjaga-penjaga dari pihak Inggris dengan mengangkat tangannya. Jika ultimatum itu tidak dipenuhi, pihak Inggris akan memaksakan kekuasaannya dengan kesatuan-kesatuan laut, darat, dan udara yang ada di bawah komando panglima AFNEI Jawa Timur (Notosusanto, 1968). 

Meski demikian, hingga batas waktu yang ditentukan, tidak ada seorang pun pejuang Indonesia yang menuruti ultimatum tersebut. Sikap rakyat Surabaya atas ultimatum itu tercermin oleh pidato radio Gubernur Surjo, 9 Nopember, tengah malam, pukul 23.00. 

Gubernur Surjo, antara lain, berkata  ”… berulang-ulang telah kita kemukakan bahwa sikap kita ialah: Lebih baik hancur daripada dijajah kembali. Juga sekarang dalam menghadapi ultimatum pihak Inggris, kita akan memegang teguh sikap ini. Kita tetap menolak ultimatum itu!” (Brata, nd). 

BACA JUGA:Habis Revitalisasi Kota Lama, Terbitlah Surabaya Waterfront Land

BACA JUGA:Surabaya Menuju Ekonomi Hijau

Akibat penolakan ultimatum itu, maka pada pagi hari, 10 November 1945, Inggris di bawah pasukan Mansergh mulai melancarkan serangannya dari darat, laut, dan udara sehingga pecahlah pertempuran Surabaya atau yang dikenal dengan The Battle of Surabaya. 

Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa pertempuran itu menimbulkan korban lebih kurang 20 ribu rakyat Surabaya yang sebagian besar adalah warga sipil. 

Sementara itu, sekitar 150 ribu orang terpaksa meninggalkan Kota Surabaya dengan mengungsi ke luar kota dan sekitar 1.600 orang tantara Inggris tewas, hilang, dan luka-luka serta puluhan alat perang rusak dan hancur. 

BACA JUGA:Spirit Hari Pahlawan: Surabaya dan Gaza, Dua Kota yang Tak Pernah Menyerah

BACA JUGA: Transportasi Massal di Surabaya: Antara Harapan dan Realita

RUTINITAS  

Dengan kedahsyatan perang 10 November 1945, penetapannya sebagai Hari Pahlawan yang kemudian diperingati setiap tahun sesungguhnya sangat tepat dan penting. 

Sebagai bangsa dengan penuh heroik merebut dan mempertahankan kemerdekaan, peringatan tersebut tentu memiliki tujuan mulia untuk mengenang jasa-jasa pahlawan kita. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: