'Melacurkan Pengaruh' ketika Memimpin, Strategi Paslon Meraih Simpati Publik

'Melacurkan Pengaruh' ketika Memimpin, Strategi Paslon Meraih Simpati Publik

ILUSTRASI 'Melacurkan Pengaruh' ketika Memimpin, Strategi Paslon Meraih Simpati Publik.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:5 Daerah Jatim Usung Paslon Tunggal, Pilkada Diulang Tahun Depan Bila Kotak Kosong Menang

BACA JUGA:DPR Janjikan Revisi PKPU Bisa Rampung sebelum Pendaftaran Paslon

Dukungan Berlusconi itu tetap diberikan meski Formigoni dikelilingi berbagai kasus korupsi selama masa kampanyenya. 

Hal serupa terjadi di Amerika Serikat. Mantan Presiden Donald Trump sering memberikan dukungan kepada kandidat yang loyal terhadap dirinya meski mereka bukan pilihan terkuat dalam partainya. 

Salah satu contohnya adalah dukungan Trump kepada Herschel Walker dalam pemilihan Senat Georgia tahun 2022. Dukungan tersebut diberikan meski Walker menghadapi banyak kontroversi yang berpotensi merugikan citra Partai Republik. 

Dua contoh itu memberikan gambaran bahwa dukungan politik dari figur berpengaruh, termasuk mantan presiden, merupakan strategi yang lazim digunakan di berbagai negara untuk memperkuat pengaruh paslon daerah tertentu.

AGENDA KE DEPAN

Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah perilaku politik itu agar tidak berlangsung. 

Pertama, membuat konsensus (kebiasaan yang dilakukan terus-menerus) bahwa mantan pejabat publik dilarang berkampanye untuk paslon tertentu. 

Walaupun sudah mantan pejabat, ia tetap milik semua orang. Ia tidak bisa mengeklaim sebagai perwakilan kelompok atau golongan mana pun. Itulah yang belum disadari sebagian besar pemimpin partai kita. 

Pikirnya, kadernya merupakan petugas partai, representasi kelompok atau golongan partainya, di atasnya masih ada ketua umum partai yang berpengaruh. 

Kedua, kekuatan figur paslon harus dipoles dengan program yang lebih memenuhi kebutuhan masyarakat. Mesin partai tidak terlalu berpengaruh jika dibandingkan dengan figur paslon tersebut. 

Apalagi jika lebih mengandalkan pengaruh seorang mantan pejabat publik. Kekuatan tokoh politik itulah yang lebih menentukan. 

Ketiga, ini sama artinya dengan budaya minta restu kepada mantan pemimpin. Ketika sudah mantan, patut dipertanyakan kekuatan pengaruhnya bagi calon pemilih. Perkembangan politik terus berjalan. 

Pengaruhnya akan terus naik, konstan, atau menurun. Yang pasti, pengaruh itu akan mengecil karena tidak bisa memengaruhi keputusan kepentingan publik. Jadi, lebih baik percaya pada kekuatan diri sendiri daripada kekuatan mantan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: