Polisi dan Ortu Menunggu Uji DNA Bayi yang Diduga Tertukar

Polisi dan Ortu Menunggu Uji DNA Bayi yang Diduga Tertukar

ILUSTRASI polisi dan ortu menunggu uji DNA bayi yang diduga tertukar di RS Cempaka Putih.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Dilanjut: ”Kuncinya di uji DNA. Apakah itu benar sesuai dengan hasil tes DNA atau mungkin yang kedua, mungkin berbeda. Nah, inilah yang akan menjadi kunci utama secara scientific untuk mengatakan bahwa memang itu adalah anak dari orang tua tersebut (Rauf dan Feni) atau bukan.”

Repotnya, orang tua si bayi kini terlalu bersemangat bahwa bayi mereka tertukar. Rauf mengatakan, bayinya berdasar data dokumen RS tertera panjang 47 sentimeter, berat 3.015 gram.

Ternyata makam bayi itu pernah dibongkar sendiri oleh pihak keluarga. Bayi lahir 16 September 2024 dan meninggal sehari kemudian, langsung dimakamkan. Esoknya, 18 September 2024, makam bayi dibongkar pihak keluarga karena penasaran. Hasilnya, Rauf mengatakan:

”Jenazah bayi itu gede banget. Panjangnya sekitar 60 sampai 80 senti. Kayak anak umur berapa bulan, gitu. Bukan bayi umur sehari.”

Namun, saat melihat bayi tersebut, Rauf tidak mengukur panjang dan tidak menimbang bobot jenazah. Ia cuma melihat. Kemudian, bayi dimakamkan lagi, yang kemudian dibongkar lagi oleh polisi.

Rauf: ”Saya waktu itu membongkar makam. Sebab, istri saya menangis terus. Dia tidak percaya itu bayi yang dia lahirkan. Karena, sejak dia melahirkan tidak pernah dibolehkan memegang bayi tersebut, sampai dikatakan meninggal, langsung dikafani oleh rumah sakit, kemudian kami makamkan.”

Di sanalah problemnya. Rauf dan istri tidak percaya bahwa bayi itu adalah anak mereka.

Tentang itu, Feni kepada wartawan menceritakan: 

”Sejak melahirkan, saya tidak dikasih lihat (bayinya) ke saya oleh suster. Sehabis saya melahirkan, bayi langsung dibawa suster tanpa diperlihatkan ke saya. Kata suster waktu itu, bayi saya perlu segera dirawat di NICU (neonatal intensive care unit atau ruang perawatan intensif untuk bayi baru lahir). Jadi, saya tak pernah memegang bayi sejak lahir sampai dimakamkan.”

Dilanjut: ”Saya hanya diberi surat keterangan lahir. Jenis kelaminnya saja kami tahu dari situ (surat). Tapi, tidak melihat langsung (fisik bayinya).”

Feni mengatakan, apakah hasil uji DNA kelak identik atau tidak, dia tetap akan menuntut pihak RS karena proses kelahiran seperti dia uraikan tersebut. ”Karena saya seharusnya berhak didekatkan dengan bayi saya, tapi itu tidak dilakukan suster,” ujar Feni.

Pernyataan Feni itu termasuk yang diselidiki polisi. Apakah pengakuan tersebut benar atau tidak. Polisi sudah meminta keterangan para dokter dan perawat di sana. Hasil penyelidikan tersebut belum diumumkan polisi. Mungkin, polisi bertumpu pada hasil uji DNA.

Seandainya hasil uji DNA tidak identik, kasus itu bakal lebih heboh. Pasutri itu bakal meminta kepada pihak RS: ”Mana bayi kami?” 

Sebaliknya, seumpama hasil uji DNA identik, selesai sudah kehebohan kasus tersebut. Artinya, bayi itu memang anak Rauf-Feni. Bisa disimpulkan bahwa pasutri tersebut diliputi kesedihan mendalam sehingga tidak objektif melihat atau melaporkan kondisi bayi.

Apa pun yang bakal terjadi, kredibilitas RS tersebut bakal merosot. Kehebohan itu berpengaruh pada kepercayaan publik terhadap RS tersebut. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: