PPN 12 Persen, Beban atau Berkah bagi Perekonomian Indonesia?

PPN 12 Persen, Beban atau Berkah bagi Perekonomian Indonesia?

ILUSTRASI PPN 12 Persen, Beban atau Berkah bagi Perekonomian Indonesia? -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

PEMERINTAH secara resmi akan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 menurut mandat Undang-Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

Sesuai kesepakatan pemerintah dengan DPR, kenaikan tarif PPN itu sebenarnya telah dilakukan secara bertahap. Mulai 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, kemudian dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.

Kebijakan kenaikan PPN itu menuai protes berbagai kalangan. Mulai pengusaha, ekonom, hingga masyarakat. 

Banyak pihak yang mempertanyakan efektivitas dan imbas dari kebijakan itu pada pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, itu dilakukan di tengah daya beli masyarakat yang sedang menurun dan menyusutnya kelas menengah Indonesia. 

BACA JUGA:PDIP soal PPN 12 Persen: Bermula dari UU Inisiatif Rezim Jokowi

BACA JUGA:Pengguna QRIS Dikenakan PPN 12 Persen, Begini Simulasi Hitungannya!

Berdasar laporan Indonesia Economic Outlook 2025 oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), kenaikan PPN menjadi 12 persen secara fiskal memang dapat mendukung pemulihan kesehatan keuangan Indonesia. 

Sebaliknya, kebijakan itu juga memiliki kelemahan, yakni mengakibatkan inflasi barang dan jasa yang berdampak paling berat terhadap kelompok rentan dan miskin.

Usulan kenaikan PPN menjadi 12 persen dinilai banyak kalangan merupakan strategi yang kurang tepat karena berpotensi menghambat konsumsi masyarakat, melemahkan minat investasi, dan mengguncang stabilitas ekonomi nasional. 

BACA JUGA:Barang Premium Bakal Kena PPN 12 Persen, tapi Daftarnya Belum Diumumkan!

BACA JUGA:Konteks Kenaikan PPN 12 Persen, Gus Yahya: Masyarakat Perlu Pahami Agenda Fiskal

Padahal, dua elemen utama pembentuk modal produk domestik bruto (PDB) adalah tingkat konsumsi dan arus investasi. Imbas kenaikan PPN akan langsung memengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga dengan meroketnya harga barang dan jasa. 

Mengingat konsumsi rumah tangga menyumbang 55–60 persen pada PDB, lonjakan harga itu berisiko menekan daya beli dan mengurangi alokasi anggaran barang dan jasa, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. 

Pada gilirannya, akan tercipta stagnasi pertumbuhan ekonomi karena kontraksinya tingkat konsumsi. Demikian pula pada sektor investasi, akan terancam mengalami perlambatan karena adanya beban kenaikan PPN. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: