Cerita Diaspora oleh I.G.A.K. Satrya Wibawa (1): Jejak Diplomasi dari Singapura ke Paris

I.G.A.K Satrya Wibawa (pojok bawah kiri) dalam launching program pentoring yang melibatkan profesional muda Indonesia yang bekerja di Singapura dengan mahasiswa Indonesia di Singapura.--I.G.A.K Satrya Wibawa
Tak disangka, kesempatan berkontribusi di taraf internasional itu saya mulai ketika harus pindah ke Singapura. Saya dipercaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi Atase Pendidikan dan Kebudayaan di KBRI Singapura sejak Agustus 2022.
BACA JUGA: Cerita Diaspora dari Marisa Tania (2): Di Antara Benang dan Kata
Kanan atas kanan: Jajaran rektorat Singapore University of Arts dan Prof Sedana beserta putrinya dari ISI Bali yang menjadi fellow di Singapura.--I.G.A.K Satrya Wibawa
Saat itu pandemi COVID-19 masih merajalela di Indonesia, bahkan dunia. Saya juga waktu itu baru saja menuntaskan studi doktoral di Curtin University.
Pengalaman saya menginisiasi kantor urusan internasional di Universitas Airlangga menjadi salah satu modal penting saya untuk menjalani kehidupan baru sebagai diplomat. Tentu saja, dukungan keluarga, karena bagaimanapun berpindah negara tidak hanya soal kehidupan saya pribadi, tapi juga kehidupan keluarga saya.
Meninggalkan Surabaya dengan segala hiruk-pikuknya, untuk menetap di kota yang juga hiruk pikuk, jadilah saya diaspora di Negeri Singa itu. Hingga perjalanan menuntun saya tinggal di Paris sekarang.
BACA JUGA: Cerita Diaspora dari Mohammad Rozi (3): Tinggalkan PNS Demi Better Job
Tepatnya pada April 2024, di saat Pemilu 2024 baru saja berakhir, saya mendapat penugasan baru: menjalankan diplomasi Indonesia di Paris. Menjadi Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO. Terhitung 10.900 km jarak udara dengan waktu tempuh 13-14 jam dari Singapura. Sungguh itu jadi petualangan dan pengalaman baru.
Ketika saya duduk di ruang sidang UNESCO, membacakan pernyataan Indonesia terkait warisan budaya tak benda atau kebijakan etika kecerdasan buatan, sering kali saya teringat satu hal sederhana: jalan saya ke sini bukan dimulai dari ruang diplomasi, tetapi dari ruang kelas dan ruang-ruang komunitas. Urip iku urup. (*)
*) Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Staf Pengajar Departemen Komunikasi FISIP Universitas Airlangga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: